A. Kerajaan
Gowa Tallo
Pada
tahun 1605 Kerajaan Gowa-Tallo resmi menjadi kerajaan bercorak Islam. Kerajaan
Gowa-Tallo terletak di Sulawesi Selatan.
1. Kehidupan
Pemerintahan
Proses
islamisasi Kerajaan Gowa-Tallo dimulai tahun 1605. Bangsawan Gowa-Tallo pertama
memeluk Islam adalah pengusaha dari Tallo bernama Karaeng Katangka. Setelah
memeluk Islam ia bergelar Sultan Abdullah. Selanjutnya raja ke-14 Gowa,
Manga’rangi Daeng Manra’bia (1593-1639) mengikuti jejak Karaeng Katangka
memeluk Islam. Setelah masuk Islam, Manga’rangi Daeng Manra’bia bergelar Sultan
Alauddin.
Sultan
Alauddin berusaha mengislamkan berbagai kerajaan di Sulawesi Selatan.
Kerajaan
Gowa Tallo mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin.
Ia berhasil membangun Gowa-Tallo menjadi kerajaan maritime yang menguasai jalur
perdagagang di wilayah Indonesia bagian Timur. Sultan Hasanuddin sangat
menentang tindakan VOC yang memonopolli perdagangan rempah-rempah di Indonesia
Timur. Upaya Sultan Hasanuddin menimbulkan kemaran VOC. VOC mengirimkan armada
perang pada tahun 1666. Pemimpin armada tersebut adalah Cornelis Speelman yang
kelak menjadi gubernur jenderal VOC. Pasukan VOC mendapat bantuan dari Aru
Palaka, putera mahkota kerajaan Bone.
Sultan
Hasanuddin mendapat julukan “Ayam Jantan dari Timur”
Dalam
pertempuran armada laut Gowa-Tallo berhasil dihancurkan oleh VOC yang bekerja
sama dengan Aru Palaka. Pada tanggal 18 November 1667 Sultan Hasanuddin dipaksa
menandatangani Perjanjian Bongaya berisi beberapa kesepakatan:
a)
VOC
memperoleh monopoli perdagangan rempah-rempah di Makasar
b)
VOC
mendirikan benteng pertahanan di Makasasr
c)
Gowa-Tallo
harus melepaskan daerah-daerah kekuasaannya
d)
Aru
Palaka diakui sebagai raja Bone
2. Kehidupan Sosial
Norma
masyarakat Gowa-Tallo cenderung feudal. Masyarkaat Gowa-Tallo dibedakan menjadi
beberapa kelas:
a.
Karaeng (Golongan Bangsawan)
b.
Tumasaraq (rakyat biasa)
c.
Ata (budak)
Untuk menghindari kehidupan feodal,
banyak rakyat Gowa-Tallo menjadi pelaut. Rakyat Gowa-Tallo juga dikenal setia
kepada rajanya denga bukti ketika Sultan Alauddin memeluk Islam dan segera
diikuti rakyatnya.
3. Kehidupan
Ekonomi
Kedekatan
geografis dengan kepulauan Maluku menyebabkan Kerajaan Gowa-Tallo menjadi pintu
gerbang perdagangan rempah-rempah. Pelabuhan Somba Opu berkembang menjadi
Bandar transito yang berperan sebagai penghubung jalur perdagangan antara
Malaka, Jawa, dan Maluku. Kondisi ini mendorong Gowa-Tallo berkembang menjadi
kerajaan maritime yang menitikberatkan kegiatannya pada sector perdagangan dan
pelayaran. Kemampuan dalam bidang
pelayaran dibuktikan dengan kemampuan masyarkaatnya membuat kapal pinisi.
Pada abad
XVII Kerajaan Gowa-Tallo berkembang menjadi pelabuhan internasional yang cukup
ramai. Pedagang asing dari Portugis, Inggris, Denmark, dan Spanyol bergantian
mengunjungi pelabuhan Somba Opu untuk berdagang. Ketertiban dalam berdagang pun juga sudah tersedia, yakni
dengan adanya sebuah hukum niaga Ade’
Aloping Loping Bicaranna Pabbalue yang termuat dalam buku Lontana Amana
Coppa. Hukum ini dirasa sangat tepat dan
hasilnya, rakyat yang berdagang pun sukses sehingga kehidupannya lebih makmur.
4. Kehidupan
Budaya
Budaya
nasyarakat Gowa-Tallo berkaitan dengan perdagangan dan pelayaran. Sebagai
kerajaan maritime. Gowa-Tallo memiliki industri pembuatan kapal yang maju.
Kapal layar pinisi buatan masyarakat Gowa-Tallo mampu mengarungi samudera
hingga Australia, India, Timur Tengah, dan pantai Timur Afrika. Masyarakat Gowa
Tallo juga terampil membangun rumah adat, Balla Lompoa yang berbentuk rumah
panggung. Rumah ini memiliki banyak tiang kayu. Tiang-tiang tersebut erupakan
lambang status social dalam masyarakat. Rumah seorang karaeng bertiang paling
banyak, sedangkan rumah seorang ata bertiang sedikit.
B. Kerajaan
Banjar
Kerajaan Banjar terletak di Kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari kerajaan bercorak Hindu bernama Daha yang berpusat di Dipa. Proses islamisasi di wilaah Kalimantan, khususnya wilayah Banjar dilakukan oleh beberapa ulama di Jawa. Salah satu ulama yang terkenal dalam proses islamisasi di Banjar adalah Khatib Dayan dan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
1. Kehidupan
Pemerintahan
Pengaruh
Banjar berawal saat di Kerajaan Banjar terjadi perpecahan antara pangeran
Tumenggung dan Raden Samudera. Dalam menghadapi Pangeran Tumenggung, Raden
Samudera meminta bantuan Demak di Jawa. Kerajaan Demak menyanggupi permintaan
permintaan Pangeran Tumenggung dengan syarat rakyat Banjar bersedia masuk
Islam. Pangeran Samudera menganggupi saran tersebut. Bersama pasukan Demak
Pangeran Samudera berhasil mengalahkan PangeraunTumenggung. Pangeran Samudera
memimpin krajaan Banjar dengan gelar Sultan Sruyanullah. Setelah itu, banyak
pejabat kerajaan dan yang memeluk Islam.
Sejak pemerintahan
Sultan Suryanullah, kerajaan Banjar meluas wilayah kekuassaannya hingga Sambasa,
Batanglawai Sukadana, Kotawaringin, Smapit, Madawi dan Sambangan. Sebagai bentuk
ketaatan terhadap Kerajaan Banjar, Sultan Suryanullah meminta darah tersebut
mengirim upeti. Pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah, Kerajaan Banjar memindahkan
ibukota kerajaan ke Amuntai.
Sultan Mustain
Billah dianggap raja terbesar Banjar karena memiliki kekuatan militer cukup
besar dengan 50.000 prajurit. Dengan kekuatan militer tersebut, Kesultanan
Banjar dapat membendung pengaruh politik dari Tuban, Arosbaya dan Mataram. Pada
masa pemerintaha Sultan Mustain Billah kerajaan Banjar berusaha meluaskan
wilayah kekuasaan.
2. Kehidupan
Sosial
Susunan masyarakat
Banjar berbentuk segitiga piramida. Lapisan teratas adalah golongan penguasa
sebagai golongan minoritas. Orang-orang Belanda berada di lapisan kedua karena
jalinan hubungan baik antara sultan dengan Belanda karena perdagangan. Hubungan
baik ini ditandai dengan pemberian keleluasaan bagi orang-orang Belanda untuk
melakukan kegiatan perdagangan tanpa campur tangan pihak kerajaan. Keleluasaan orang-orang
Belanda terlihat dalam menguasai sector pertambangan, seperti minyakak dan batu
bara. Adapun lapisan terbawah merupakan golongan mayoritas yang terdiri atas
rakyat jelata, petani, pedagang dan nelayan
3. Kehidupan
Ekonomi
Perekonomian
kerajaan Banjar bergantung pada kegiatan perdagangan dan pertanian. Lada merupakan
komoditas dagang utama kerajaan Banjar yang diburu oleh banyak pedagang dari
Demak dan Gowa. Kegiatan perdagangan Banjar berkembang karena letaknya berada
di tepi Sungai Nagara. Sungai Nagara memiliki debit air deras dan membawa
endapan alluvial yang berguna bagi kegiatan pertanian.
Pada tahun
1697 Masehi terjadi migrasi pedagang Mataram di Jawa akibat adanya agresi yang
dilakukan VOC terhadap Mataram. Selanjutnya, perang Makasar yang terjadi antara
kerajaan Gowa-Tallo dan VOC juga menyebabkan banyak pedagang memilih
memindahkan kegiatan perdagangannya dari pelabuhan Somba Opu ke Banjar.
4. Kehidupan
Budaya
Tidak banyak
catatan sejarah yang menjelaskan kehidupan kebudayaan kerajaan Banjar. Kerajaan
Banjar berkaitan erat dengan ajaran Islam. Sultan dan ulama merupakan satu
kesatua yang tidak bias dipisahkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
syariat Islam. Hubungan baik ulama dan Sultan Suryanullah terlihat jelas dalam
kitab Sabulul Muhtadin dan Parukunan yang ditulis atas permintaan Sultan
Suryanullah. Kedua kitab tersebut dijadikan pedoman hokum Kerajaan Banjar.
Pada masa
Sultan Tahlilullah muncul ahli tasawuf bernama Muhammad Aryad bin Abdullah
al-Banjari. Ia juga seorang ulama besar yang diberangkatkan oleh Sultan
Tahlilullah ke Mekah dan Madinah selama beberapa tahun untuk belajar tentang
Islam. Salah satu karyanya adalah Kanz al-Ma’rifah (Gudang Pengetahuan). Salah satu
peninggalan kerajaan Banjar adalah masjid Sultan Suriansyah
C. Kerajaan
Ternate Tidore
Pada aban
ke XV Masehi Islam mulai berkembang di Maluku. Islamisasi di daerah ini
dilakukan oleh para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa. Kerajaan Ternate
dan Tidore terletak dikepulauan Maluku Utara. Sejak abad XV Masehi Ternate dan
Tidore dikenal sebagai negeri penghasil rempah-rempah (The Spicy Island) di Indonesia.
1. Kehidupan
Pemerintahan
Raja pertama
di Maluku yang memeluk Islam adalah Kolano Marhum dari Ternate. Selanjutnya,
Kolano Marhum digantikan puteranya yang bernama Zainal Abidin. Pada masa pemerintahan
Zainal Abidin gelar Kolano diganti dengan sultan dan Islam dijadikan agama
resmi Kerajaan Ternate. Sejak saat itu Islam mengalami perkembangan pesat di
Maluku. Kerajaan Islam pun mulai bermunculan diantaranya adalag Tidore.
Termate dan
Tidore merupakan dua kerajaan besar yang saling bersaing dalam menguasai
perdagangan di wilayah Kepulauan Maluku. Dalam persaingannya, Ternate membentuk
Uli Lima (Persekutuan Lima)yang terdiri atas Pulau Bacan, Obi, Seram dan Ambon.
Tidore membentuk Uli Siwa (Persekutuan Sembilan) yang terdiri atas Pulai
Jailolo, Makian dan pulau-pulau kecil di Maluku sampai Papua. Persaingan perdagangan
antara Ternate dan Tidore yang akhirnya melibatkan Portugis dan Spanyol.
Pada tahun
1512 bangsa Portugis bersekutu dengan Ternate, sedangkan Spanyol bersekutu
dengan Tidore. Akibat persekutuan tersebut, terjadi pertikaian antara Portugis
dan Spanyol. Untuk menyelesaikan perselesaian itu, pada tahun 1528 Paus
Alexander VI menentukan garis batas kekuasaan Portugis dan Spanyol dalam
perjanjian Saragosa. Berdasarkan perjanjian tersebut Portugis tetap berkuasa di
Maluku, sedagkan Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan kekuasaannya
di Filipina.
Berkat perjanjian
Saragosa bangsa portugis semakin berkuasa di Maluku. Mereka melakukan monopoli
perdagangan rempah-rempah di Maluku dan ikut canpur dalam urusan pemerintahan
kerajaan. Kondisi ini menimbulkan kemarahan rakyat Maluku. Maluku bangkit
mewalan Portugis. Perlawanan tersebut dapat digagalkan oleh Portugis, bahkan
Sultan Hairun dibunuh. Perlawanan ralyat Maluku tehadap Portugis tetap
berlanjut dibawah pimpinan Sultan Baabullah Putra Sultan Hairun.
Pada masa
pemerintahannya, Sultan Baabullah menyatakan diri sebagai penguasa seluruh
Kepulauan Maluku. Bahkan, ia mendapat pengakuan dari kerajaan-kerajaan lain
dari luar Maluku. Oleh karena itu, Sultan Baabullah mendapat julukan “Tuan dari
72 Pulau”
2. Kehidupan
Sosial
Pad amasa
pemerintahan Sultan Zainal Abidin (1486-1500) proses islamisasi di Maluku
berkembang pesat. Sultan Zainal Abidin menjadikan Islam sebagai agama resmi
kerajaan. Ia memberlakkukan syariat Islam dan membentuk lembaga kerajaan sesuai
hukum Islam dengan melibatkan ulama.langkah-langkah Sultan Zainal Abidin ini
diikuti kerajaan-kerajaan lain di wilayah Maluku.
Masyarakat
Terbate dan Tidore memiliki toleransi yang tinggi dalam bidang agama. Sejak kedatangan
bangsa Portugis di Maluku pada tahun 1522, banyak penduduk Ternate dan Tidore
memeluk agama Nasrani. Meskipun demikian, kehidupan social masyarakat di kedua
kerajaan tersebut tetap berlangsung harmonis.
3. Kehidupan
Ekonomi
Ternate dan
Tidore merupakan kerajaan maritime yang menggantungkan perekonomian pada
perdagangan rempah-rempah. Sebagai produsen rempah-rempah, kedua kerajaan
tersebut bersaing memperebutkan pasar untuk menjual rempah-rempah. Terlepas dari
persaingan itu, Ternate dan Tidore berkembang menjadi pelabuhan dagang yang
ramai. Banyak kapal asing yang singgah di pelabuhan tersebut. Bangsa Barat juga
sering mengunjungi Ternate dan Tidore untuk membeli rempah-rempah. Di antara
rempah-rempah yang diekspor, cengkeh dan pala dari Maluku merupakan komoditas
berharga. Oleh karena itu, bangsa-bangsa Barat bersaing menjalin hubungan
dagang dengan Ternate dan Tidore.
4. Kehidupan
Budaya
Meskipun masyarakat
Ternate dan Tidore disibukkan dengan kegiatan ekonomi perdagangan, mereka
berhasil menciptakan beberapa bangunan unik. Salah satu bangunan tersebut
adalah masjid Sultan Ternate yang dibangun di dekat Keraton Ternate. Masjid
tersebut memiliki bentuk segi empat dengan atap berbentuk limasan bertingkat
tujuh. Selain itu, masjid Sultan Ternate terkenal unik karena memiliki
aturan-aturan adat yang tegas seperti larangan mengenakan sarung serta
kewajiban mengenakan celana panjang dan penutup kepala (kopiah) bagi para
kemaah. Aturan-aturan itu masih berlaku dan ditaati oleh masyarakat Ternate
hingga kini.
No comments:
Post a Comment