Jepang
yang datang dengan slogan “saudara tua” diterima dengan sukaria oleh bangsa
Indonesia. Pada saat itu kedatangan Jepang dianggap sebaga juru selamat. Bangsa
Indonesia yang telah lama menderita dijajah oleh belanda memimpikan datangnya
juru selamat. Kedatangan Jepang pernah diramalkan oleh raja Jayabaya dalam
kitab Jangka Jayabaya.
Pendudukan
Jepang di Indonesia diawali dengan pendaratan di Kota Tarakan pada 11 Januari
1942. Kemudian, Jepang menduduki Minahasa, Balikpapan, Ambon, Pontianak,
Makasar, Banjarmasin, Palembang dan Bali antara Januari sampai Februari 1942.
Kota-kota tersebut merupakan penghasil minyak bumi. Salah satu kota penting bagi Jepang
adalah Palembang. Penguasaan
Jepang atas Palembang memiliki makna strategis dalam usaha Jepang memenangi
perang Asia Timur Raya. Palembang memiliki kilang minyak yang dikuasai
perusahaan Belanda, yaitu Royal Dutch
di Plaju.
1. Kehidupan
Militer dan Politik
Kedatangan
Jepang di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan dalam Perang Dunia
II. Guna melancarkan ambisinya memenangi PD II dan menhadi penguasa Asia,
jepang berusaha menguasai Indonesia, Tiongkok, Vietanm, dan Filipina. Jepang
membentuk pemerintahan militer dan sipil.
a. Pemerintahan
Militer dan Sipil
Pemerintah
Jepang merombak semua sistem pemerintah Belanda. Jepang menerapkan pemerintahan
militer. Jepang membagi wilayah Indonesia menjadi tiga wilayah kekuasaan.
Pembagian wilayah ini bertujuan mengkonsolidasi
pertahanan dalam mengantisipasi serangan balasan dari Jenderal MacArthur yang
berkuasa di Papua Nugini. Pembagian pemerintah militer pada masa
Jepang di Indonesia adalah sebagai berikut:
1)
Wilayah
Sumatera di bawah pemerintahan Angkatan Darat (Rikugun) ke-25 (Tomi Shudan)
bermarkas di Bukitttinggi
2)
Wilayah
Jawa dan Madura di bawah pemerintahan
Angkatan Darai (Rikugun) ke-16
(Asamu Shudan) bermarkas di Jakarta.
Pemerintah Militer juga dibantu angkatan laut (Dai Ni Nankenkantai)
3)
Wilayah
Kalimantan, Sulawesi, Papua, Nusa Tenggara dan Maluku dibawah pemerintahan
Angkatan Laut (Kaigun)ke-2 bermarkas
di Makasar.
Ketiga
wilayah pemerintahan tersebut dikomandi secara terpusat oleh Gunshireikan (panglima tentara). Susunan
pemerintahan militer pada masa pendudukan Jepang:
Pada
masa pendudukannya di Indonesia, Jepang juga membentuk pemerintahan sipil. Pemerintahan sipil dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 tahun
1942 mengenai peraturan pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 1942
mengenai aturan pemerintah Syu dan Tokubetsu Syi. Penetapan UU
tersebut menunjukkan berakhirnya pemerintahan sementara (pemerintahan militer)
dengan dihapuskannya gunseibu. Gunseibu diganti dengan pemerintahan syu (setara keresidenan pada masa
kolonial Belanda). Pemerintahan Syu
merupakan pemerintahan daerah tertinggi di bawah gunseikanbu yang dipimpin syucokan.
Syucokan atau residen memiliki peran penting
dalam pemerintahan sebagai legislatif dan eksekutif. Syucokan dibantu oleh cookan kanbo
(Majelis Permusyawaratan Cookan) yang terdiri atas naiseibu
(bagian pemerintahan umum), keizaibu
(bagian ekonomi), dan keisatsubu
(bagian kepolisian).
Pada
masa pendudukan Jepang, syu merupakan
pemerintahan tertinggi dan berotonomi yang berkedudukan sama dengan seorang
gubernur. Seluruh pulau Jawa dan Madura terbagi menjadi tujuh belas syu (keresidenan), yaitu Banten, Batavia
(Jakarta), Bogor, Cirebon, Priangan, Semarang, Pekalongan, Banyumas, Pati,
Kedu, Surabaya, Madiun, Kediri, Malang, Besuki, dan Madura. Adapun Sumatera
terbagi atas beberapa syu yaitu Aceh,
Sumatera Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Palembang,
Lampung dan Bangka Belitung.
Sistem
pemerintahan sipil tidak berlaku untuk wilayah Yogyakarta dan Surakarta. Selain
itu, dibentuk suatu pemerintahan yang disebut minseibu
yang terdapat di Kalimantan, Sulawesi dan Seram.
Terbatasnya
jumlah pasukan Jepang dari Tentara ke-16 di Jawa memaksa pemerintah Jepang
melibatkan orang-orang Indonesia untuk mengawasi pergerakan rakyat dan mengantisipasi
mata-mata sekutu. Pemerintah Jepang berupaya memperkuat pemerintahan dengan
membentuk tonarigumi (rukun tetangga) yang
merupakan lembaga sipil paling kecil yang setiap RT terdiri atas 30-40
keluarga. Tugas tonarigumi adalah untuk memobilisasi dan indoktrinasi serta
pelaporan. Untuk menjalankan sistem tonarigumim kepala desa mendapatkan
pelatihan indoktrinasi sejak Februari 1944.
Ketua
tonarigumi dipilih oleh anggota,
walau pada pelaksanaannya dipilih oleh kucho
(kepala desa). Setiap tonarigumi melaksanakan pertemuan setiap 35 hari untuk
menyampaikan perintah-perintah pemerintah Jepang, merencanakan kegiatan dan
membagikan kupun catu. Setelah Jepang kalah pada 14 Agustus 1945, tonarigumi
tetap bertugas menjaga keamanan warga.
b. Pembentukan
Organisasi Pergerakan dan Pemuda
1)
Gerakan 3 A
Merupakan
upaya Jepang menarik simpati rakyat Indonesia. Dibentuk pada tanggal 29 April
1942 yang dipimpin oleh Hidoshi Shimizu
dan Mr Samsuddin dibantu K. Sultan Pamundjak dan Mohammad Saleh. Tugas utama
tokoh-tokoh dalam Gerakan 3 A adalah melakukan propaganda agar seluruh penduduk
Indonesia berdiri sepenuhnya di belakang pemerintah Jepang.
Tujuan
Gerakan Tiga A adalah:
a)
Menghimpun
potensi bangsa Indonesia untuk membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya
b)
Mempropagandakan
kemenangan Jepang
c)
Menanamkan
anti-Barat, terutama Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat
Gerakan Tiga A mengalami kegagalan
karena hanya sedikit penduduk pribumi yang menaruh simpati terhadap tindakan
pemerintah Jepang. Gerakan Tiga A dibubarkan pada 1943 dan diganti dengan Pusat
Tenaga Rakyat (Putera)
2)
Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Pusat
Tenaga Rakyat (Putera) didirikan pada 9 Maret 1943. Putera dipimpin oleh
tokoh-tokoh yang disebut “empat serangkai” yang terdiri atas Ir Soekarno,
Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, KH Mas Mansyur. Putera diharapkan mampu
menarik perhatian dan simpati rakyat Indonesia agar membantu Jepang dalam
memenangi Perang Asia Timur Raya.
Bagi
Jepang, pembentukan Putera bertujuan memusatkan segala potensi masyarakat
Indonesia dalam rangka membantu usaha Perang Asia Timur Raya. Kewajiban Putera
a)
Menghapuskan
pengaruh Amerika, Inggris dan Belanda
b)
Mengambil
bagian dalam usaha mempertahankan Asia Raya
c)
Memperkuat
rasa persaudaraan antara Jepang dan Indonesia
d)
Mengintenfikasi
pelajaran-pelajaran bahasa Jepang
e)
Membina
dan memusatkan potensi bangsa Indonesia untuk kepentingan Perang Jepang
Pada perkembangannya Putera justru
diisi oleh orang-orang yang memiliki jiwa nasionalisme tinggi dan mencita-citakan
kemerdekaan Indonesia. Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi
bangsa Indonesia dan menganggap Putera gagal dalam membantu usaha mengerahkan
bangsa Indonesia. Pada tahun 1944, Putera dibubarkan
3)
Jawa
Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)
Pada
8 Januari 1944 Panglima Tentara ke-16, Jenderal Kumakici Harada menyatakan
berdirinya Jawa Hokokai (Himpunan
Kebaktian Jawa). Tujuannya adalah menggerakkan seluruh bangsa Indonesia agar
berbakti kepada Jepang. Sebagai tanda bahwa bangsa Indonesia benar-benar
berbakti, mereka harus rela berkorban, baik harta maupun jiwa raga untuk
kepentingan perang Jepang.
Pimpinan
Jawa Hokokai pada tingkat pusat
dipegang langsung oleh Gunseikan.
Anggotanya nya minimal berusia 14 tahun. Jawa
Hokokai merupakan organisasi sentral yang anggotanya terdiri atas berbagai Hokokai sesuai bidang profesinya. Guru-guru
tergabung dalam Kyoiku Hokokai (Kebaktian
Para Pendidik), dokter tergabung dalam Izi
Hokokai (kebaktian para dokter). Selain
itu, Jawa Hokokai mempunyai anggota
istimewa yang terdiri atas Eujinkai
(Organisasi wanita), Keimin Bunka Shidosho
(pusat kebudayaan), Boei Engokai (tata
usaha pembantu prajurit Peta dan Heiho) dan hokokai
perusahaan.
4)
Majelis
Islam A’la Indonesia (MIAI) dan Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi)
Umat Islam mendapat perhatian khusus pada masa
pendudukan Jepang. MIAI tetap mendapatkan ijin melakukan aktifitasnya. MIAI
didirikan tahu 1973 oleh KH Mas Mansyur.
Tujuan Jepang memberikan izin untuk MIAI adalah menarik simpati umat islam.
MIAI meruakan organisasi pergerakan yang memiliki
peran penting pada masa pendudukan Jepang. Semboyan yang terkenal adalah “berpegang teguhlah kamu sekalian pada
tali Allah dan janganlah terpecah belah”. Tugas MIAI adalah:
a)
Menempatkan
umat islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat Indonesia
b)
Mengharmoniskan
Islam dengan tuntutan perkembangan zaman
c)
Ikut
membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya
Program-program MIAI untuk mendukung
tugasnya bersifat sosio-religius. Secara khusus program-program itu akan
diwujudkan melalui rencana sebagai berikut:
a)
Pembangunan
masjid agung di Jakarta
b)
Mendirikan
universitas
c)
Membentuk
baitul mal untuk membiayai perjuangan
dakwah Islam dan bukan untuk membantu Jepang. Baitul mal berkembang pesat sampai ke daerah-daerah.
d)
Menerbitkan
majalah Soeara MIAI sebagai sarana dakwah dan komunikasi
Dalam perkembangannya, MIAI sulit
dikendalikan Jepang. MIAI tidak berkoodinasi dengan shumubu (kantor urusan
agama bentukan Jepang) ketika menjalankan baitul mal. MIAI dibubarkan dan
diganti dengan Majelis Syuro
Muslimin Indonesia (Masyumi).
Masyumi disahkan oleh gunseikan pada
22 November 1943. Kepengurusan Masyumi didukung oleh dua organisasi besar yaitu
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Masyumi diketuai oleh KH Hasyim Asyhari. Dalam
perkembangannya, Masyumi menolak pelaksanaan budaya Jepang yang bertentangan
dengan nilai-nilai Islam. Masyumi menolak budaya seikeirei. Akhirnya Jepang memberikan kebebasan orang islam untuk
tidak melaksanakn seikeirei.
5)
Seinendan
Organisasi seinendan
ini berdiri tanggal 9 Maret 1943. Pada tanggal 29 April 1943 diresmikan seinendan sebagai organisasi pemuda. Anggotanya
para pemuda berumur 14-22 tahun. Merupakan organisasi semimiliter. Tujuannya
mendidik dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan mempertahankan tanah
air Indonesia dengan kekuatan sendiri. Pada perkembangannya, seinenden dipersiapkan
sebagai cadangan guna mendukung Jepang di Perang Asia Timur Raya.
Tahun 1944 pemerintah Jepang membentuk Josyi Sienendan (seinendan putri). Pemimpin
seinendan adalah Naimubu Bunkyoku
(Departemen Urusan Dalam Negeri bagian Pengajaran, Olahraga, dan Seinendan)
6)
Keibodan
Keibodan atau Korps Kewaspadaan merupakan
organisasi semimiliter yang anggotanya adalah pemuda berusia 25-35 tahun. Tujuan
pembentukan keibodan adalah membantu
polisi Jepang, seperti mengamakan desa dan mengatur lalu lintas.
Organisasi
keibodan didirikan di seluruh daerah
Indonesia. Di Sumatera dikelan dengan Bogodan
dan di Kalimantan disebut Borneo Konan
Kokokudan/Sameo Konen Kokokudan. Untuk etnik Tionghoa Jepang membentuk keibodan
dengan nama Kakyo Keibotai.
7)
Fujinkai
Fujinkai atau perhimpunan wanita merupakan
organisasi semimiliter Jepang yang beranggotakan para wanita yang dibentuk pada
Agustus 1943. Pembentukan fujinkai diprakarsai oleh istri pegawai daerah. Tugas
utama fujinkai adalah meningkatkan
kesejahteraan dan kesehatan masyarakat melalui kegiatan pendidikan dan
kursus-kursus. Fujinkai dilatih
militer sederhana, bahkan tahun 1944 dibentuk “Pasukan Srikandi” guna membantu
perang melawan sekutu.
8)
Heiho
Heiho
adalah kesatuan militer yang dibentuk oleh pemerintah Jepang yang beranggotakan
pemuda Indonesia yang langsung ditempatkan di dalam organisasi militer Jepang,
baik Angkatan Darat maupun Angkatan Laut.
Syarat
menjadi anggota Heiho adalah :
a)
Usia
18 – 25 tahun
b)
Berbadan
sehat
c)
Berkelakuan
bail
d)
Pendidikan
minimal sekolah dasar
Anggota Heiho mendapatkan latihan militer agar mampu menggantikan prajurit
Jepang dalam peperangan, latihan berupa menggunakan senjata, mengemudi. Tidak satupun
anggota Heiho berpangkat perwira.
9)
Pembela Tanah Air (Peta)
PETA dibentuk tanggal 3 Oktober 1943 berdasarkan
maklumat Osamu Seirei No 44 yang
diumumkan oleh Panglima Tentara ke-16, Letnan Jenderal Kumakichi Harada sebagai
Tentara Sukarela. Pembentukan PETA diawali oleh surat Raden Gatot Mangkupraja
kepada Gunseiken (kepala pemerintahan
militer Jepang) pada bulan September 1943.
Keanggotaan Peta dibedakan dalam lima pangkat
berbeda yaitu sebagai berikut:
a)
Daidanco
(komandan batalyon) dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat yang terkemuka
b)
Chudanco (komando
kompi) dipilih dari mereka yang bekerja tetapi belum memiliki jabatan yang
tinggi seperti guru dan juru tulis
c)
Shodanco (komandan
pleton) dipilih dari para pelajar sekolah lanjutan pertama dan atas
d)
Budanco (komandan
regu) dipilih dari pelajar sekolah dasar
e)
Giyuhei (prajurit
sukarela) dipilih dari pemuda yang belum pernah bersekolah.
1. Ringgo Rahata dkk. 2019. Sejarah untuk SMA/MA: Peminatan ilmu-ilmu sosial(Pegangan Guru). Yogyakarta, PT Intan Pariwara.
2. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017. Sejarah Indonesia Kelas XI Semester 2. (edisi Revisi). Jakarta
3. https://blog.ruangguru.com/kehidupan-bangsa-indonesia-masa-pendudukan-jepang
4. https://blog.ruangguru.com/organisasi-militer-jepang-yang-didirikan-di-indonesia
No comments:
Post a Comment