1. Kehidupan
Ekonomi
Jepang
berupaya menyerap segala potensi ekonomi yang terdapat di Indonesia untuk
menangani perang. Tujuan kebijakan ekonomi Jepang pada masa pendudukannya
adalah menyusun dan mengarahkan perekonomian Indonesia untuk menopang usaha
perang Jepang serta membantu Jepang mewujudkan rencana Asia Timur Raya.
a. Sistem
Ekonomi Perang
Ekonomi
perang adalah semua kekuatan ekonomi di Idnonesia di gali untuk menopang
kegiatan perang. Jepang
merencanakan penguasaan terhadap wilayah Asia Tenggara untuk mendapatkan dan
menguasai sumber-sumber banah mentah sebagai penunjang industri perang. Sasaran
utamanya antara lain adalah Korea dan Indonesia. Jepang juga memotong garis
suplai perbekalan musuh yang berasal
dari wilayah Indonesia.
Pola
ekonomi yang diterapkan Jepang memaksa wilayah-wilayah di Indonesia
melaksanakan sistem autarki. Sistem autarki menghendaki setiap daerah mampu
memenuhi kebutuhan sendiri serta memenuhi kebutuhan perang. Jepang membagi Pulau
Sumatera menjadi 3 autarki, Pulau Jawa menjadi 17 autarki, dan minseifu (wilayah yang diperintah
Angkatan Laut) dibagi menjadi 3 autarki.
Pelaksanaan
sistem ekonomi perang di mulai tahun 1942 panglima Angkatan Darat ke-16
mengeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa semua perkebunan kopi, karet dan
teh ditempatkan di bawah pengawasan langsung gunseiken. Jepang membentuk Saibi
Kigyo Kanrikodan (SKK) untuk mengawasi perkebunan, pelaksana pembelian dan
penentu harga penjualan hasil perkebunan.
(Sumber: blog.ruangguru.com)
Sistem
ekonomi perang memperburuk kondisi ekonomi bangsa Indonesia. Tahun 1944 bangsa
Indonesia kesulitan mendapatkan bahan pangan dan pakaian. Untuk mengatasi
krisis pangan, pemerinthan pendudukan Jepang meminta bangsa Indonesia membuka
lahan baru yang ditanami padi, jagung dan ketela. Hasil panen dari tanaman
tersebut 30% wajib diserahkan kepada pemerintah Jepang melalui kumiai penggilingan padi. 40 % berhak
digunakan petani, dan 30% digunakan untuk bibit penanaman yang dikumpulkan di
lumbung desa.
Dalam
bidang transportasi, Jepang merasakan kekurangan kapal. Jepang terpaksa
mengadakan indutri kapal angkut dari kayu. Jepang juga membuka pabrik mesin,
paku, kawat, dan baja pelapis granat, tetapi semua tidak berkembang karena
kekurangan suku cadang.
b. Sistem
Eksploitasi Pertanian Pangan
Sistem
ekonomi perang yang diterapkan Jepang di Indonesia memicu terjadinya krisis
pangan. Di Jawa krisis pangan disebabkan oleh hasil panen rakyat yang digunakan
untuk memasok kepentingan pasukan militer Jepang. Produksi padi di Jawa
dieksploitasi habis-habisan oleh Jepang.
Salah
satu cara yang ditempuh Jepang untuk meningkatkan produksi padi adalah
memperkenalkan bibit baru. Jepang memperkenalkan inovasi teknik baru dalam
menanam padi yaitu sistem larik. Sistem ini dipakai oleh petani sampai
sekarang.
Rakyat
di Kalimantan dan Sumatera memiliki sumber-sumber minyak untuk keperluan
industri perang dan memaksa bekerja lebih keras. Rakyat tidak hanya dipaksa
bekerja di tambang minyak, tetapi juga menggarap pertanian serta perkebunan yang
menghasilkan bahan pangan untuk perang.
Bidang
perkebunan pada masa Jepang mengalami kemunduran berkaitan dengan kebijakan
Jepang yang memutuskan hubungan dengan Eropa (yang merupakan pusat perdagangan
dunia). Karena tidak perlu memperdagangkan hasil perkebunan yang laku di
pasaran, seperti tebu (gula), tembakau, teh, dan kopi, maka Jepang tidak lagi
mengembangkan jenis tanaman tersebut. Tanah-tanah perkebunan diganti menjadi
tanah pertanian yang sesuai dengan kebutuhan Jepang seperti padi dan jarak. Tanaman
jarak dibutuhkan karena dapat digunakan sebagai minyak pelumas mesin-mesin
termasuk mesin pesawat terbang. Tanaman kina masih dipertahankan sebagai bahan
pembuat obat antimalaria. Penderesan getah karet di Sumatera mulai dihentikan,
pabrik tekstil tutup karena pengadaan kapas dan benang begitu sulit.
Untuk
menambah lahan pertanian, Jepang melakukan penebangan hutan secara liar dan
berlebihan yang mengakibatkan hutan menjadi gundul sehingga timbul erosi dan
banjir pada musim penghujan. Penebangan hutan secara liar juga berdampak pada
berkurangnya sumber mata air.
Uang
yang dikekuarkan oleh Jepang (Sumber: kompasiana.com)
Ekonomi uang yang pernah berkembang
pada masa hindia belanda tidak lagi populer. Bank-bank yang pernah dikembangkan
oleh pemerintah Hindia Belanda dilikuidasi. Semua aset bank disita. Pada April
1942, diumumkan suatu banking moratorium tentang adanya penangguhan pembayaran
kewajiban-kewajiban bank. Jepang mendirikan bank-bank setelah melikuidasi
bank-bank peninggalan Belanda. Adapun bank-bank yang didirikan yaitu Mitsui Ginko, Taiwan Ginko, Yokohama
Ginko, dan Kana Ginko. Sebagai bank sirkulasi, Javasche Bank dilikuidasi dan
dibentuklah Nanpo Kaihatsu Ginko yang melanjutkan tugas tentara pendudukan
jepang dalam mengedarkan invansion mobey yang di cetak di Jepang dalam tujuh
denominasi dari mulai satu hingga sepuluh gulden. Uang Belanda kemudian
digantikan oleh uang Jepang.
2. Kehidupan
Sosial
a. Mobilisasi
Massa
Jepang menaruh perhatian besar terhadap kaum muda pada
umumnya dan golongan nasionalis sekuler serta nasionalis Islam pada khususnya.
Kelompok pemuda adalah kelompok yang giat dan bersemangat dalam bekerja. Mereka
dianggap kelompok penting untuk dimobilisasikan guna mencapai kemenangan dalam
Perang Asia Timur Raya.
Mobilisasi massa dikerahkan untuk membuka lahan baru,
terutama bekas perkebunan dan memanfaatkan tanah-tanah yang belum ditanami. Di
Sumatera Timur, bekas daerah perkebunan tembakau ditanami padi. Di Kalimantan
dan Sulawesi juga diwajibkan menanam padi. Rakyat diharuskan menebang tanaman
kopi dan teh untuk digantikan tanaman pangan.
b. Pengerahan
Romusha
Romusa dalam bahasa Jepang berarti
buruh. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, buruh memiliki arti orang yang bekerja untuk orang lain dengan
mendapat upah. Dalam
pelaksanaannya romusa diartikan sebagai pekerja paksa. Romusa merupakan salah
satu kebijakan yang diterapkan Jepang dalam mengeksploitasi sumber daya manusia
untuk mendukung keperluan perang.
Peraturan mengenai romusa dikeluarkan
oleh Somubu (Departemen Urusan Umum).
Somubu menetapkan romusa harus
berusia 16 – 45 tahun. Somubu juga
membentuk badan rekrutmen romusa.
(Sumber: www.omucu.com)
Secara teoritis, peraturan yang dibuat
badan rekrutmen romusa cukup baik dan tidak memberatkan romusa. Dalam sebuah
peraturan dijelaskan bahwa orang atau badan yang memerlukan romusa harus
mengajukan permohonan kepada kepala daerah setempat. Selain itu, mereka mengisi
formulir mengenai nama romusa, tempat romusa dipekerjakan, jumlah yang
diperlukan, dan lama waktu romusa dipekerjakan. Dalam praktiknya, peraturan
tersebut tidak dijalankan.
Dalam menyukseskan kebijakan ini,
Jepang melakukan propaganda terhadap masyarakat pribumi. Propaganda tersebut menyakinkan masyarakat pribumi bahwa kerja sebagai
buruh di bawah pengawasan Jepang adalah perbuatan mulia dan para buruh tersebut
dianggap sebagai pahlawan. Para buruh digambarkan sebagai orang-orang
yang menunaikan tugas suci untuk memenangi Perang Asia Timur Raya. Apabila
propaganda ini tidak berhasil menarik simpati masyarakat pribumi untuk ikut
serta dalam romusa, pemerintah Jepang menggunakan jalan kekerasan.
3. Kehidupan
Budaya
a. Penggunaan
Bahasa Indonesia
Pada masa kolonial Belanda, bahasa Indonesia dilarang
digunakan dalam berbagai aktivitas masyarakat. Pada 1942 bahasa Indonesia
diperbolehkan untuk digunakan dalam berbagai aktivitas masyarakat. Bahkan, pada
1943 seluruh tulisan yang menggunakan bahasa Belanda dihapuskan dan diganti
menggunakan bahasa Indonesia
Pada masa pendudukan Jepang, penggunaan bahasa Indonesia
tidak hanya digunakan sebagai bahasa pergaulan tetapi juga diterapkan pada
instansi-instansi pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan mulai tingkat dasar
sampai sekolah tinggi. Penggunaan bahasa Indonesia yang masif telah mendorong
perkembangan budaya dan sastra Indonesia.
Perhatian Jepang terhadap bahasa Indonesia diperkuat
dengan pembentukan Komisi Penyempurnaan Bahasa Indonesia. Komisi ini dibentuk
pada 20 Oktober 1943 oleh Kantor Pengajaran Jepang di Jawa. Komisi ini memiliki
tugas menetapkan istilah modern dan menyusun tata bahasa sesuai ketentuan serta
menetapkan kata-kata umum dalam bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Indonesia pada masa pendudukan Jepang
tealh melahirkan beberaoa sastrawan besar. Sebagai contoh, Armijn Pane dengna
karyanya berjudul Kami Perempuan pada
1943. Selain itu, karya-karya Armijn Pane antara lain Djinak-djinak Merpati, Hantu Perempuan pada 1944, dan Barang Berharga pada 1945.
Pengarang-pengarang seperti El Hakim dan Chairil Anwar juga muncul pada masa
pendudukan Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang bahasa Indonesiadapat
berkembang dengan pesat karena didukung oleh beberapa surat kabar. Surat kabar
tersebut menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya. Surat-surat
kabar tersebut antara lain Soeara Asia (Surabaya),
Asia Raja (Jakarta), Tjahaja (Bandung), Sinar Baroe (Semarang), dan Sinar
Matahari (Yogyakarta).
b. Perkembangan
Seni dan Budaya
Jepang mendirikan pusat kebudayaan
yang diberi nama Keimin Bunka Shidosho pada
1 april 1943. Tujuan pembentukan pusat kebudayaan ini agar karya sastra
berkembang selaras dengan tujuan Jepang untuk memenangkan Perang Asia Timur
Raya. Melalui pusat kebuadayaan tersebut, pemerintah Jepang memberikan
batasan-batasan agar perkembangan seni dan budaya harus mampu menumbuhkan
semangat perang.
Seni dan karya sastra yang berkembang
pada kurun 1943-1945 pada umumnya mengandung nilai kepahlawanan untuk
menumbuhkan semangat nasionalisme. Perkembangan karya sastra dan seni yang
muncul pada masa pendudukan Jepang sebagai berikut :
1.
Karya
sastra yang dilarang terbit karena tidak mendukung Jepang, antara lain Siap sedia karya Chairil Anwar, dan
Sebuah Lagu dalam Sandiwara karya Cak Durasin.
2.
Karya
sastra yang mendukung politik Jepang, antara lain Cinta Tanah Suci karya Sutan Iskandar, Angin Fuji karya Usmar Ismail, dan Palawija karya Karim Halim.
3.
Film
dan sandiwara, antara lain Miss Tjitjih,
Cahaya Timur, dan Bintang Surabaya.
4.
Seni
drama Api dan Citra karya Usmar
Ismail serta Taufan di Atas Asia dan Dewi Rini karya El Hakim.
5.
Seni
musik, misalnya Tumpah Darahku dan Maju Putra Putri Indonesia ciptaan C.
Simanjuntak.
Pada masa
pendudukan Jepang juga bermunculan pengarang dan penyair. Beberapa pengarang
dan penyair terkenal pada masa pendudukan Jepang antara lain Mochtar Lubis,
Rosihan Anwar, Amal Hamzah, Nursyamsu dan Anas Ma’ruf.
Jepang tidak
hanya menghapus budaya Belanda dan memberikan akses penggunaan bahasa
Indonesia, tetapi mereka juga berupaya memasukkan budaya Jepang ke Indonesia.
4. Kehidupan
Pendidikan
a. Kebijakan
Jepang dalam Bidang Pendidikan
Pendidikan di Indonesia pada zaman Jepang mengalami
penurunan signifikan daripada pendidikan masa kolonial Belanda. Penurunan
tersebut dapat dilihat dari jumlah sekolah dasar, sekolah lanjutan dan
pendidikan tinggi. Penurunan kualitas pendidikan Indonesia berdampak pada
meningkatnya angka buta huruf.
Pendidikan pada masa pendudukan Jepang didasarkan pada
prinsip utama. Prinsip tersebut sebagai berikut :
1.
Pendidikan
diselenggarakan untuk semua etnik dan kelas sosial. Pendidikan diletakkan atas
dasar persamaan dan keseragaman.
2.
Sistem
pengajaran diberikan dengan doktrin “Kemakmuran bersama Asia Timur Raya”.
3.
Menghapus
secara sistematis pengaruh Belanda dari sekolah-sekolah dan menjadikan unsur
Indonesia sebagai landasan utama.
Meskipun pendudukan Jepang di Indonesia berlangsung
singkat, banyak perubahan penting dalam kebijakan pendidikan di Indonesia.
Perubahan tersebut sebagai berikut :
1.
Nama-nama
sekolah yang berbahasa Belanda diubah menjadi bahasa Indonesia atau Jepang.
2.
Bahasa
Indonesia menjadi pengantar wajib di setiap tingkat pendidikan. Penggunaan
bahasa Indonesia sebagai pengantar bertujuan menarik simpati rakyat dan
mempermudah pengajaran di kelas.
3.
Pelaksanaan
program kedisiplinan setiap hari berupa baris-berbaris model Jepang.
4.
Kepala
sekolah yang sebelumnya dijabat oleh orang Belanda diganti guru bahasa
Indonesia paling senior di sekolah tersebut.
b. Sistem
Pengajaran
Pad amasa awal kedatangannya, Jepang
sempat membekukan dan menutup sekolah-sekolah Belanda serta swasta. Akan tetapi
setelah melihat penurunan kualitas manusia Indonesia, Jepang membuka kembali
sekolah-sekolah yang sebelumnya dibekukan. Sumber kemerosotan kualitas pendidikan
di Indonesia pada masa pendudukan Jepang adalah kurangnya jumlah guru. Pada
waktu itu sistem pengajaran dan kurikulum ditujukan untuk keperluan Perang Asia
Timur Raya. Pelaksanaan kurikulum pada awalnya melakukan indoktrinasi kepada
guru-guru mengenai paham Hakko Ichiu.
Pemerintah pendudukan Jepang membuka
berbagai tingkat sekolah mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pada
masa pendudukan Jepang juga dibuka sekolah kejuruan sesuai minat dan bakat
murid.
Status sosial yang sebelumnya
dijadikan alat pemisah dalam pendidikan, pada masa pendudukan tidak lagi
berlaku. Antara golongan priyai dan golongan masyarakat biasa disamakan.
Jenis-jenis sekolah pada masa pendudukan Jepang sebagai berikut :
1.
Sekolah Umum
a.
Sekolah
Rakyat enam tahun (Kokumin Gakko)
b.
Sekolah
Menengah Pertama tiga tahun (Shoto Chu
Gakko)
c.
Sekolah
Menengah Tinggi tiga tahun (Chu Gakko)
2.
Sekolah Guru
a.
Sekolah
guru Shoto Shihan Gakko selama dua
tahun
b.
Sekolah
guru Cuto Shihan Gakko selama empat
tahun
c.
Sekolah
guru Koto Shihan Gakko selama enam
tahun
3.
Sekolah Perguruan Tinggi
a.
Sekolah
tinggi kedokteran (Ika Dai Gakko)
b.
Sekolah
tinggi pamong praja (Kenkoku Gakuin)
di Jakarta
c.
Sekolah
tinggi teknik (Kagyo Dai Gakko) di
Bandung
4.
Sekolah Kejuruan
a.
Sekolah
pertukangan (Kogyo Gakko)
b. Sekolah
teknik menengah (Kogyo Sermon Gakko)
c. Sekolah
pertanian menengah (Nogyo Gakko)
d. Sekolah
guru (Syoto Sihan Gakko)
Bahasa
Indonesia menjadi ciri khas pengajaran pada masa pendudukan Jepang. Selain
bahasa Indonesia, pengajaran dengan pendekatan militer menjadi ciri khas pada
masa pendudukan Jepang. Kewajiban yang harus dilakukan oleh siswa pada masa
pendudukan Jepang sebagai berikut :
1.
Upacara
bendera setiap hari senin
2.
Belajar
bahasa Indonesia dan Jepang
3.
Memberi
hormat ke arah matahari terbit dengan membungkukkan badan seperti posisi rukuk
dalam salat (Seikeirei). Penghormatan
ini dilakukan setiap pertemuan umum dan setiap nama Tenno Haika (Kaisar Jepang) disebut
5.
Latihan
kemiliteran untuk mendidik para siswa supaya memiliki semangat seperti tentara
Jepang (Nippon Seisyin)
6.
Kerja
bakti (Kinrohosyi) untuk mengumpulkan
bahan-bahan yang berguna untuk perang, menanam ubi, menanam jarak, dan
memperbaiki jalan
7.
Menyanyikan
lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”
8.
Melakukan
gerak badan (Taiso)
Meskipun beberapa kebijakan pendidikan Jepang dinilai
merugikan rakyat Indonesia, terdapat beberapa keuntungan yang dapat diambil
dari kebijakan tersebut. Bebrapa keuntungan tersebut sebagai berikut :
1.
Bahasa
Indonesia tersosialisasi dengan baik ke seluruh Indonesia
2. Diskriminasi
pendidikan dihapuskan. Pada masa pendudukan Jepang seluruh rakyat Indonesia
dari berbagai lapisan sosial berkesempatan mendapatkan pendidikan di sekolah
3. Bangsa
Indonesia dilatih dan dididik untuk memegang jabatan pimpinan meskipun diawasi
secara ketat oleh militer Jepang
4. Sekolah-sekolah
dialihstatuskan menjadi sekolah negeri, termasuk sekolah yang didirikan dan
dimiliki perorangan seperti sekolah Muhammadiyah, sekolah Taman Siswa, dan
sekolah zending
5. Pemerintah
Jepang memberikan pelatihan beladiri bagi pelajar. Pelatihan ini berguna ketika
perang kemerdekaan
6.
Buku-buku
berbahasa asing diterjemahkan dalam bahasa Indonesia karena pada masa perang
hak cipta internasional diabaikan
Pada masa
pendudukan Jepang pendidikan berbasis agama yang berpusat pada pesantren masih
diizinkan melakukan kegiatan belajar. Pesantren dan sekolah-sekolah Islam
mengajarkan mata pelajaran Alquran, ibadah, akhlak dan keimanan. Dibandingkan
dengan sekolah negeri, pesantren tidak diawasi secara ketat. Beberapa kegiatan
seperti taiso, kinrohisyi, dan seikeirei juga tidak wajib dilakukan.
Oleh karena itu banyak kiai mendirikan pesantren. Beberapa hasil kebijakan
Jepang masih berlangsung sampai saat ini seperti upacara bendera, kerja bakti,
dan sistem RT/RW.
Sumber:
1. Ringgo Rahata dkk. 2019. Sejarah untuk SMA/MA: Peminatan ilmu-ilmu sosial(Pegangan Guru). Yogyakarta, PT Intan Pariwara.
2. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017. Sejarah Indonesia Kelas XI Semester 2. (edisi Revisi). Jakarta
1. Ringgo Rahata dkk. 2019. Sejarah untuk SMA/MA: Peminatan ilmu-ilmu sosial(Pegangan Guru). Yogyakarta, PT Intan Pariwara.
2. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017. Sejarah Indonesia Kelas XI Semester 2. (edisi Revisi). Jakarta
No comments:
Post a Comment