Sunday, September 20, 2020

Pengaruh Hindu Buddha di Indonesia

 


A.   Politik dan Pemerintahan

Periode kerajaan Hindu Buddha di Indonesia berlangsung cukup lama. Periode tersebut ditandai dengan munculnya Kerajaan Kutai hingga runtuhnya kerajaan Majapahit. Selama masa tersebut, pengaruh budaya Hindu-Buddha tertenam kuat dalam masyarakat Indonesia.

Pada masa praksara masyarakat Indonesia hidup berkelompok. Pemimpin kelompok diangkat berdasarkan system primus interpares. Pada saat pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, masyarakat mulai mengenal system kerajaan dalam kelompok masyarakat. System kerajaan menempatkan raja sebagai sosok pemimpin dalam kelompok masyarakat. Bahkan raja dianggap sebagai titisan dewa. Jika seorang raja berasal dari kalangan rakyat biasa, untuk memperoleh legitimasi kekuasaan keberadaannya di dunia dianggap titisan dewa atau menciptakan mitos-mitos tertentu tentang dirinya. Menurut tradisi Hindu, sosok raja yang ideal digambarkan dengan sosok dewa Wisnu yang menjaga dunia dari kerusakan. Seorang pemimpin juga berasal dari keturunan pemimpin juga. Pergantian kekuasaan di kerajaan Hindu-Buddha berlangsung secara turun temurun.

Pada masa Hindu-Buddha dikenal beberapa tingkatan dalam struktur pemerintahan. Beberapa tingkatan tersebut dikenal dengan istilah wanua, watak, kadatuan atau bhumi. Istilah wanua merupakan representatisi pemerintahan di tingkatan paling rendah. System pemerintahan wanua diselenggarakan oleh semacam dewan yang terdiri atas para rama. Rama merupakan istilah bagi kepala desa. Wanua mengalami perubahan menjadi thani ketika pusat kerajaan Mataram Kuno berpindah ke Jawa Timur.

Watak merupakan tingkatan lebih tinggi dan biasanya yerdiri atas sejumlah wanua atau thani. Salah satu wanua atau thani tersebut akan dijadi semacam ibukota yang disebut “dalem thani”. Adapun tingkatan di atas watak dikenal dengan system pemerintahan yang lebih terstruktur sebagai puncak kekuasaan, yaitu kedatuan di Jawa Tengah atau bhumi di Jawa Timur.

 

B.   Ekonomi

Berkembangnya agama Hindu-Buddha di Indonesia diawali dari hubungan perdagangan. Kegiatan perdagangan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu perdagangan maritime dan agraris. Kerajaan seperti Sriwijaya melakukan banyak kegiatan perdagangan tersebut bersamaan. Kerajaan yang berada di pedalaman seperti Kutai, Tarumanegara, Mataram Kuno dan Singosari mengutamakan kegiatan perdagangan agraris. Kegiatan perdagangan agraris sangat bertantung pada sungai-sungai besar sebagai sarana transportasi.

Pada masa kerajaan Hindu-Buddha, masyarkaat Indonesia menjalin perdagangan dengan pedagang mancanegara seperti Cina dan India.

1)    Hubungan dagang dengan India

Menurut J.C van Leur, barang-barang diperdagangan pada masa Hindu-Buddha bernilai ekonomi tinggi seperti logam mulia, kain tenun, barang kerajinan, ramuan wangi-wangian, kapur barus, dan obat. Menurut Coedes, pedagang India sangat tertarik membeli kayu gaharu dan kayu cendana yang berasal dari Indonesia.

Rempah-rempah juga menjadi barang paling dicari para pedagang India. Jenis rempah yang diperdagangkan pada masa itu adalah cengkeh dan lada. Cengkeh merupakan komoditas dagang yang terkenal dari kepulauan Indonesia Timur.

Meningkatnya hubungan dagang antara Indonesia dan India pada abad ke-2 Masehhi karena India mengalami kekurangan emas. Keadaan ini mendorong pedagang India mencari sumber emas. Fakta ini terlihat pada penyebutan wilayah pulau Sumatera dengan nama khas India, yaitu Swarnadwipa atau Swarnabhumi yang berarti Pulau Emas.

2)    Hubungan dagang dengan Cina

Para ahli memperkirakan jalinan perdagangan Cina dan Indonesia dimulai sejak abad ke-2 Masehi. Pada masa itu Dinasti Han membangun jalinan perdagangan dengan wilayah di luar Cina untuk mendukung perekonomian. Hal ini ditunjukkan dengan keberhasilan CIna menuasai perdagangan di Teluk Tonkin pada aban IV Masehi.

Menurut O.W. Wolters, kegiatan perdagangan antara Cina dan Indonesia terjadi pada abad ke-3-4. Wolters mendasari pendapatnya pada catatan Fa-Shien yang telah menempuh perjalanan dari Yeh-Po-ti untuk kembali ke Cina pada tahun 413. Para ahli berasumsi Yeh-po-ti sebutan untuk Pulau Jawa. Pedagang Cina sangat meminati komoditas dagang Indonesia seperti kemenyan, kayu gahari dan kayu cendana. Pedagang Cina juga membeli rempah, hasil kerajinan, dan kulit binatang yang ada di Indonesia.

Budaya maritime berkembang pada masa Hindu-Buddha telah membawa pengaruh dalam perekonomian masyarakat Indonesia. Pengaruh tersbeut dapat dilihat dari munculnya kota-kota yang berperan sebagai bandar perdagangan. Pada dasarnya sebuah kota bandar merupakan penghubung antara darat dan laut. Menurut Sejarawan Malaysia, Leung Sau Heng, menggolongkan bandar di kawasan Asia Tenggara dalam 3 tipe yaitu:

a)    Tipe collecting centers adalah bandar yang berfungsi sebagai tempat mengumpulkan berbagai barang komoditas yang datang dari bandar lain untuk dikonsumsi sendiri dan didistribusikan ke daerah-daerah pedalaman. Bandar tipe ini terletak di pesisisr atau di hulu sungai yang dekat dengand aerah penghasil barang komoditas.

b)    Tipe enterport adalah bandar yang berfungsi mengumpulkan barang yang dibawa oleh kapal dagang dari berbagai negeri seperti Timur Tengah, India, dan Eropa. Disini terjadi pemindahan barang dagangan dari kapal satu ke kapal yang lain, selanjutnya dikirim ke negeri lain. Tipe bandar ini sangat bergantung pada angina muson.

c)    Tipe feeder points adalah bandar yang letaknya strategis di rute jaringan perdagangan untuk membantu bandar enterport dalam transaksi perdagangan. Bandar tipe ini berhubungan langsung dengan daerah penghasil komoditas.

C.   Sosial

Agama Hindu-Buddha merupakan agama yang berasal dari India. Oleh karena itu, budaya masyarakat India juga memengaruhi sistem sosial masyarakat Indonesia. Masyarakat India yang memeluk system kasta. System kasta berdasarkan kepercayaan Hindu sebagai berikut:

1)    Brahmana berperan sebagai penasehat raja dan pendidik agama. Kasta brahmana terdiri atas pendeta dan pemimpin agama

2)    Ksatria terdiri atas penyelenggara pemerintahan, penata pemerintah, dan pembela kerajaan (raja, bangsawan, dan tentara)

3)    Waisya terdiri atas pedagang, pengrajin, petani, nelayan dan seniman

4)    Sudra terdiri atas pekerja rendah, buruh, budak dan pembantu.

Pada kerajaan bercorak Buddha, system kasta tidak berpengaruh karena ajaran Buddha tidak mengenal kasta. Masyarakat kerajaan bercorak Buddha terkenal lebih demokratis dan egalitis. Sementara itu, system feudal lebih berkembang pada masyarakat kerajaan bercorak Hindu akibat system kasta.

D.   Kesenian

Periode Hindu-Buddha memberikan sumbangan penting bagi perkembangan kesenian di Indonesia. Kesenian yang tumbuh pada masa Hindu-Buddha merupakan bentuk akulturasi dari budaya local yang telah berkembang pada masa praaksara. Adapun berbagai bentuk pengaruh budaya Hindu-Buddha dalam bidang seni sebagai berikut:

1.    Seni Bangunan

a.    Candi

Istilah candi berasal dari kata candika, yaitu salah satu nama Dewi Durga atau dewi maut. Oleh karena itu, candi berfungsi sebagai bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat., khususnya raja-raja dan orang-orang penting dalam kerajaan. Dalam Bahasa cinandi, candi berarti dikuburkan. Adapun kitab yang digunakan sebagai rujukan dalam teknologi pembuatan candi adalah kitab Silpasastra.

Perbedaan fungsi candi di Indonesia dan di India:

Candi di Indonesia

Candi di India

·         Sebagai tempat menguburan terutama bagi para raja

·         Sebagai tempat pemujaan kepada dewa

·         Di Indonesia Stupa dilambangkan sebagai nirwana

·         Candi Buddha di India berbentuk stupa. Stupa digunakan untuk meletakkan abu jenazah raja dan biksu

·         Candi di Indonesia mengenal adanya peripih. Peripih dianggap sebagai lambing jasmaniah dari raja yang telah meninggal dan ditempatkan dalam bangunan candi.

·         Di india tidak terdapat peripih

Berdasarkan arsitektur dan tempat pembangunan, candi-candi di Indonesia dapat dibagi menjadi candi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera dan Bali. Adapun langgam atau gaya candi di Indonesia dibedakan menjadi langgam Jawa Tengah dan langgam Jawa Timur. Karakteristik dapat dibedakan sebagai berikut:

Candi Langgam Jawa Tengah

Candi Langgam Jawa Timur

·         Bentuk bangunan tampak lebuh tambun, terbuat dari batu andesit

·         Bentuk bangunan ramping, terbuat dari batu bata

·         Bagian atap berbentuk undak-undakan dan bagian puncak berbentuk stupa atau ratna

·         Bagian atap bertingkat-tingkat dan bagian puncak berbentuk kubus

·         Pada bagian pintu dan relung terdapat hiasan bermotif makara, yaitu makhluk dalam mitologi Hindu yang berfungsi sebagai penolak bala, berbentuk menyeruai naga dan dianggap sebagai kendaraan Dewa Baruna

·         Tidak ada makara dan pada pintu relung hanya terdapat ambang yang diberi relief kepala Batara Kala

·         Reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya bercorak naturalis (dua dimensi)

·         Reliefnya timbul sedikit dan bersifat simbolis menyerupai karakter wayang kulit (satu dimensi)

·         Candi utama terletak di tengah-tengah halaman komplek candi.

·         Candi utama terletak di bagian belakang komplek

·         Muka candi menghadap ke arah timur

·         Muka candi menghadap ke arah barat

 

b.    Keraton

Keraton (istana) merupakan komplek bangunan yang ditinggalkan raja, peninggalan keratin pada masa Hindu-Buddha jarang ada yang utuh. Sebagian besar keraton Hindu-Buddha hanya berupa puing dan fondasi dasar.

2.    Seni Rupa/Ukir

Pengaruh Hindu-Buddha dalam bidang seni rupa terlihat pada bangunan candi atau keraton. Salah satu keunikan yang ditemukan dalam relief-relief candi di Indonesia menunjukkan keragaman alam dan budaya Indonesia, bukan India.

a.    Patung/arca

Secara umum ada dua bentuk arca, yaitu trimatra dan setengah trimatra. Bentuk trimatra terdiri atas patung utuh yang menggambarkan sosok dewa, manusia dan binatang. Bentuk setengah trimatra biasanya diwakili oleh relief-relief candi.

Patung berbentuk trimatra biasanya disimpan dalam candi sebagai bentuk penghormatan terhadap raja yang meninggal. Patung raja diwujudkan menyerupai dewa atau dewi tertentu yang identic dengan raja yang bersangkutan.

·         Patung Airlangga dari Medang Kemulan diwujudkan sebagai dewa Wisnu yang menunggang burung garuda

·         Patung Ken Dedes dari Singosari diwujudkan sebagai dewi Prajnaparamita, lambang kesempurnaan ilmu

·         Patung Kertanegara dari Singosari diwujudkan sebagai Joko Dolok dan Amoghapasya

·         Patung Kertajasa (Raden Wijaya) dari Majapahit diwujudkan sebagai Harihara, lambang penyatuan Dewa Syiwa dan Dewa Wisnu

b.    Relief

Relief merupakan seni pahat-timbul pada dinding candi. Pada candi bercorak Hindu, relief biasanya melukiskan cerita yang diambil dari kitab-kitab suci ataupun sastra seperti Mahabarata, Ramayana, Kresnayana, Sudamala, dan Arjunawiwaha. Sementara itu, relief candi Buddha biasanya menceritakan tentang kisah hidup Sidharta Gautama.

Relief candi di Jawa Tengah memiliki karakteristik objek berupa manusia, hewan dan tumbuhan. Relief candi Jawa Tengah bersifat natural, artinya bentuk pahatan objek berbeda jauh dengan bentuk aslinya. Karakteristik objek pada relief candi di Jawa Timur lebih pipih seperti bentuk wayang kulit. Menurut para ahli, perbedaan karakteristi tersebut merupakan wujud perkembangan budaya local yang lebih dominan daripada budaya India.

3.    Seni pertunjukkan

Perkembangan seni pertunjukkan pada masa Hindu-Buddha dapat diketaui melalui tulisan pada prasasti, relief candi, dan kitab-kitab. Pengaruh Hindu-Buddha dalam seni pertunjukkan antaralain:

a.    Seni Tari

Pada masa praaksara pertunjukkan tari dipentaskan pada acara-acara seperti pesta panen atau pengangkatan kepala suku. Pada Hindu-Buddha seni tari masih sering dipentaskan dalam upacara keagamaanm perkawinan, dan pengangkatan raja.

b.    Seni Musik

Seni music yang mendapat pengaruh Hindu Buddha adalah kesenian gamelan. Menurut J.L.A Brandes, gamelan merupakan salah satu seni pertunjukan asli yang dimiliki bangsa Indonesia. Kesenian gamelan digunakan untuk mengiringi pertunjukkan tari di kerajaan-kerajaan.

c.    Seni wayang

Seni wayang merupakan kebudayaan asli masyarakat Indonesia. Pada masa praaksara seni pertunjukkan wayang memiliki nilai magisreligius terkait keberadaan arwah nenek motang yang disebut Hyang. Kedatangan arwah nenek moyang sering diwujudkan dalam bentuk bayangan pada pertunjukkan wayang.

Pada masa Hindu-Buddha pertunjukkan wayang tetap ditampilkan dengan cerita yang lebih kaya. Kisah-kisah pertunjukkan wayang diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata dan mengikutsertakan sejumlah tokoh local seperti punakawan.

4.    Seni sastra

Pengaruh hindu-Buddha dalam seni sastra berkaitan dengan perkembangan Bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Bahasa Sanskerta sering digunakan dalam penulisan prasasti, kitab suci, kitab undang-undangm dan karya sastra. Selain Bahasa Sanskerta, para brahmana India memperkenalkan aksara Pallawa kepada masyarakat Indonesia. Aksara Pallawa merupakan turunan dari aksara Brahmi yang digunakan di India bagian selatan. Pada awalnya aksara Pallawa digunakan di Indonesia pada penulisan prasasti dan karya sastra. Selanjutnya, aksara Pallawa berkembang menjadi aksara Hanacaraka yang digunakan dalam aksara Jawa, Sunda, dan Bali.

Bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa turut memengaruhi perkembangan kesusastraan di Indonesia. Karya sastra pada masa Hindu-Buddha sangat dipengaruhi oleh dua karya epos besar India yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua karya sastra. tersebut kemudian digubah berdasarkan budaya local sehingga menjadi menarik.

 

E.    Pendidikan

Berdasarkan sumber prasasti yang ditemukan di Indonesia, system pendidikan pada masa Hindu-Buddha memiliki kesamaan dengan system pendidikan di India yang dikenal dengan istilah gurukula. Dalam system tersebut, guru dan siswa tinggal bersama-sama di suatu asarama atau pertapaan. Kegiatan belajar mengajar tidak terbatas waktu. Materi yang diajarkan adalah ilmu keagamaan dan kesastraan. Selain menuntut ilum, para murid berkewajiban membantu gurunya dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari di pertapaan. Murid harus mentaati dua jenis aturan, yaitu sisyakrama dan gurususrasa.

Sisyakrama adalah aturan tingkah laku murid. Adapun gurususrasa adalah bakti murid kepada guru (brahmana). Dalam kitab Sutasoma terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa tempat berlangsungnya proses belajar mengajar disebut widya gocara. Ada pula yang menyebutkan tempat belajar mengajar sebagai patapan dan kadewagurwan yang berarti suatu tempat di kaki gunung yang dihuni oleh keluarga brahmana.

Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu contoh kerajaan yang memberik perhatian terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan agama Buddha, pemerintah Sriwijaya berupaya menjadikan kerajaanyannya sebagai pusat pendidikan agama Buddha di kawasan Asia Tenggara.

Daftar Bacaan

1.    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2017. Sejarah Indonesia untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 1. Jakarta, Kemendikbud.

2.    I Wayan Badrika. 2006. Sejarah untuk SMA kelas XI Program Ilmu Sosial. Jakarta.Penerbit Erlangga

3.    Magdalia Alfian dkk. 2007. Sejarah untuk SMA dan MA kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta. ESIS

4.    Magdalia Alfian dkk. 2007. Sejarah untuk SMA dan MA kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta. ESIS

5.    Melkisedek Bagas F dkk. 2019. Pegangan Guru; PR Sejarah Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial untuk SMA/MA/SMK/MAK kelas XI semester 1. Yogyakarta. PT Intan Pariwara

6.    Melkisedek Bagas F. 2020. Pegangan Guru; PR Sejarah PEminatan Ilmu-Ilmu Sosial untuk SMA/MA/SMK/MAK kelas XI semester 1. Yogyakarta. PT Intan Pariwara

 

No comments:

Post a Comment