Tuesday, August 25, 2020

Kerajaan-Kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia : Sriwijaya dan Mataram Kuno

 

A.   Kerajaan Sriwijaya

1.     Lokasi Kerajaan

Sriwijaya dikenal sebagai sebuah kerajaan besar. Terletak di lokasi strategis dekat selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan yang sangat ramai dan menghubungkan antara pedagang Cina, India bahkan Romawi. Dari tepian sungai Musi, Sumatera Selatan, selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka, Jambi hulu, semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting. Sriwijawa dikenal sebagai kerajaan Maritim 

 

Gambar 1: Peta Kekuasaan Sriwijaya
(Sumber: id.wikipedia.org)

2.     Sumber sejarah

a)    Berita Asing

Berita Arab – banyak pedagang Arab yang melakukan kegiatan di Kerajaan Sriwijaya. Orang-orang Arab menyebut kerajaan Sriwijaya sebagai Zabaq, Sabay, atau Sribuza

Berita India – pernah menjalin hubungan degan raja-raja kerajaan Nalanda dan Chola. Dalam prasasti Nalanda adanya kerjasama pertukaran pelajar. Hubungan dengan Kerajaan Chola retak ketika Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat Malaka

Berita Cina – pedagang Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya untuk meneruskan perjalaan menuju India dan Romawi.  Dalam berita Cina pun disebutkan Shih-lo-fo-shih atau Fo-shih untuk nama Sriwijaya.

b)    Berita Dalam Negeri

·        Prasasti : Kedukan Bukit, Talang Tuo, Kota Kapur, Telaga Batu, Karang Berahi, Ligor, Nalanda

·        Candi-candi

·        Bekas bangunan vihara

·        Artefak dalam bentuk keramik dan tembikar

Gambar 2: Candi Muara Takus
(Sumber: romadecade.org)

3.     Kehidupan Politik

Pada awalnya Sriwijaya hanya berupa kerajaan kecil. Prasasti Kedukan Bukit tertulis pada tanggal 16 Juni 682 M yang menceritakan perjalanan Dapunta Hyang Sri Jayanasa membangun sebuah wanua (perkampungan). Wanua tersebut berkembang menjadi kerajaan Sriwijaya. Perkampungan tempat berdirinya Sriwijaya, kini dikenal dengan nama Palembang.

Eksistensi kerajaan Sriwijaya juga tercatat dakan catatan I-Tsing. Menurut I-Tsing, pada tahun 671M di sekitar Selat Malaka terdapat tiga kerajaan besar, yaitu Sriwijaya, Melayu dan Kedah. Akan tetapi saat I-Tsing mengunjungi Sriwijaya pada 685, kerajaan Melayu dan Kedah sudah menjadi bawahan Sriwijaya. Pada masa Dapunta Jyang Sri Jayanasa (671-702) Kerajaan Sriwijaya berhasil menaklukkan daerah Minangatamvan yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Melayu. Daerah ini memiliki arti strategis dalam ekonomi karena terletak pada jalur pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka.

Setelah menguasai Minangatamvan, Kerajaan Sriwijaya berhasil menguasai Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Kalingga di Jawa. Politik ekspansi yang dilancarkan Dapunta Hyang telah menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritime yang berpengaruh di wilayah Selat Malaka. Kerajaan Sriwijaya juga mampu mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.

Kekuasaan raja di Sriwijaya bersifat mutlak. Berdasarkan prasasti Telaga Batu (683), pemerintahan di Kerajaan Sriwijaya dibagi menurut jabatan seperti menteri, bupati, panglima, pembesar, pegawai istana, hakim dan kepala pasukan. Seluruh pejabat di Sriwijaya dipilih dan diberhentikan sesuai kehendak raja.

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan besar yang megah dan jaya dimasa lalu. Tidak semua raja yang memerintah meninggalkan prasasti.

Dapunta Hyang – diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit. Berhasil memperluas wilayah sampai ke Jambi dengan menduduki Minangatamwan. Mencita-citakan kerajaan maritim

Balaputra Dewa – kerajaan Sriwijaya mengalami puncak kejayaan. Sebelumnya merupakan raja di Kerajaan Syailendra (Mataram), karena mengalami kekalahan lari ke Sriwijaya. Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan. Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. Pada tahun 860 Balaputradewa pernah mengadakan hubungan persahabatan dengan Raja Dewapaladewa dari India. Dalam Prasasti Nalanda disebutkan bahwa Raja Dewapaladewa menghadiahkan sebidang tanah untuk pembangunan biara bagi para pendeta Sriwijaya yang belaaj agama Buddha di India.

Sanggrama Wijayattunggawarman – pada masa pemerintahannya Sriwijaya mengalami ancaman dari kerajaan Chola. Sanggrama Wijayattunggawarman di tawan.

4.     Kehidupan Ekonomi

Kerajaan Sriwijaya berkembang sebagai kerajaan maritime yang menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional di Asia Tenggara. Sriwijaya berkembang menjadi pelabuhan transito yang ramai disinggahi kapal asing untuk mengambil perbekalan serta melakukan aktifitas perdagangan. Kerajaan Sriwijaya memperoleh banyak keuntungan dari komoditas ekspor dan pajak kapal asing yang singgah di pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya.

Perkembangan Sriwijaya menjadi kerajaan Maritim terbesar di Asia Tenggara dipengaruhi beberap factor yaitu;

a.    Letak strategis di jalur perdagangan internasional

b.    Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Tiongkok dan India melalui Asia Tenggara

c.    Keruntuhan Kerajaan Funan di Indo-Cina. Runtuhnya kerajaan Funan memberikan kesempatan bagi Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritime menggantikan kerajaan Funan.

d.    Kemampuan Angkatan Laut Sriwijaya dalam melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia Tenggara.

Beberapa barang yang menjadi komoditas ekspor Sriwijaya antaralain:

a.    Barang ekspor ke Arab antaralain kayu gaharu, kapur barus, kayu cendama, gading, timah, kayu ulin, rempah-rempah, dan kemenyan.

b.    Barang ekspor ke Cina Antara lain gading, air mawar, kemenyan, buah-buahan, gula putih, gelas, kapur barus, batu karang, pakaian, cula badak, wangi-wangian, bumbu masak, dan obat-obatan.

Sebagai kerajaan maritime, kerajaan Sriwijaya menggunakan perahu sebagai sarana transportasi utama. Prasasti Kedukan Bukit menjelaskan bahwa Kerajaan Sriwijaya sudah mengadakan hubungan dagang dengan India dan Cina. Utusan dari Cina dan India datang ke Sriwijaya menggunakan perahu sebagai alat transportasi. Fakta tersebut diperkuat oleh sumber-sumber Cina mengenai keberadaan kapal Kun Lun (kapal Melayu). Kapal tersebut mampu mengangkut hingga 1000 orang. Pierre Yves Manguin berpendapat bahwa Kerajaan Sriwijaya telah menggunakan kapal besar dalam kegiatan perdagangan di Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan.

5.     Kehidupan Sosial

Kerajaan Sriwijaya memiliki susunan masyarakat yang cukup komplek. Kehidupan masyarakat Sriwijaya dipengaruhi oleh ajaran Buddha Mahayana. Hubungan antara raja dan rakyat berlangsung harmonis. Keharmonisan tersebut tertulis pada beberapa prasasti. Prasasti Talang Tuo yang berangka tahun 684 menggambarkan ritual Buddha untuk memberkati peresmian taman Sriksetra. Taman tersebut dianggap sebagai anugrah dari Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya.

6.     Kehidupan Budaya

Salah satu tahap penting dalam kebudayaan Sriwijaya adalah penggunaan Bahasa Melayu. Pada abad ke VII M, Bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai Bahasa resmi Sriwijaya. Hubungan dagang yang dilakukan berbagai suku bangsa di Indonesia menjadi sarana penyebaran Bahasa Melayu. Bahasa melayu menjadi alat komunikasi bagi kaum pedagang. Sejak saat itu Bahasa Melayu menjadi lingua franca dan digunakan secara luas oleh banyak penutur di Indonesia.

Meskipun dianggap sebagai sebagai kerajaan maritime terbesar di Asia Tenggara, Sriwijaya hanya meninggalkan sedikit monument di Sumatera. Candi Muara Takus merupakan salah satu bukti keberadaan Sriwijaya. Selain candi Muara Takus, candi peninggalan Sriwijaya yaitu candi Muaro Jambi, dan Biaro Bahal. Candi-candi tersebut terbuat daru bata merah. ‘

Kerajaan Sriwijaya juga meninggalkan banyak arca Buddha. Arca Buddhisme pada masa Sriwijaya antara lain arca Buddha di Bukit Siguntang (Palembang) dan arca-arca Bodhisatwa Awalokiteswaradi Bidor, Jambi (28 buah), Perak (29 buah), serta Chaiya (30 buah). Semua arca tersebut menampilkan keanggunan langgam (gaya seni) Sriwijaya yang diperkirakan terpengaruh oleh langgam Amarawati dari India Selatan

7.     Faktor kemunduran Sriwijaya

a)   Adanya serangan dari Jawa Timur yang dilakukan oleh Dharmawangsa Tegug pada tahun 992 M

b)   Serangan dari Kerajaan Cola yang dipimpin oleh Raja Rajendracoladewa pada tahun 1071 M. Akibat serangan ini, wilayah Semenajung Melayu berhasil dikuasai Kerajaan Cola

c)   Negara-negara taklukan melepaskan diri

d)   Pengaruh kekuasaan Singosari yang melaksanakan Ekspedisi Pamalayu yang dipimpin oleh Raja Kertanegara.

e)   Serangan dari Majapahit tahun 1477

f)     Kemunculan kerajaan Samudera Pasai

g)   Pendangkalan beberapa sungai dan pantai yang menjadi jalur perdagangan Sriwijaya. Akibatnya banyak kapal dagang besar tidak bias singgah ke Sriwijaya.

B.   Kerajaan Mataram Kuno

1.    Lokasi Kerajaan

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah yang wilayah kekuasaannya terbentang di tiga daerah, yaitu Kedu, Yogyakarta dan Surakarta. Dikelilingi oleh pegunungan dan gunung-gunung. Wilayah yang tertutup dan subur. Sebelah selatan adalah Lautan Indonesia namun sulit untuk dilayari, dan pelayaran lebih banyak di pantai utara Jawa. Mata pencaharian utama penduduk adalah bertani karena laut jauh dari kerajaan Mataram. Wilayah kekuasaan Mataram Kuno disebut Bhumi Mataram.

Gambar 3: Peta kekuasaan Mataram
(Sumber: http://Yousosial.blogspot.com)

Di antara jajaran gunung dan pegunungan tersebut mengalir sungai-sungai besar seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan Sungai Bengawan Solo. Kerajaan Mataram merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha karena di perintah oleh dua dinasti berbeda, yakni  Dinasti Sanjaya  beragam Hindu dan Dinasti Syailendra beragama Buddha. . Keberadaan dua dinasti mataram kuno tercatat dalam prasasti Kalasan dan Balitung yang isinya:

a)    Penguasa tertinggi kerajaan adalah dinasti Syailendra

b)    Keluarga dinasti Sanjaya diakui sebagai raja dan memerintah berdampingan dengan raja-raja dari dinasti Syailendra

c)    Candi-candi di Jawa Tengah bagian utara bersifat hindu dan di Jawa Tengah bagian selatan bersifat Budha

d)    Tampak telah terjadi pembagian wilayah

2.    Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Informasi mengenai berdirinya Kerajaan Mataram Kuno tercantum dalam prasasti Canggal. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Sanaha, cucu ratu Sima penguasa Kalingga. Setelah Sanaha wafat, Kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh Sanjaya. Sanjaya mendirikan dinasti Sanjaya yang beragama Hindu beraliran Syiwa.

Sepeninggal Sanjaya, kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh Rakai Panangkaran, putra Sanjaya. Pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran agama Buddha di wilayah Mataram mulai berkembang. Pada masa ini, dinasti Syailendra yang beragama Buddha sudah terbentuk dan mulai memainkan peranan dibidang politik. Atas permohonan Raja Syailendra, pada 778 Rakai Panangkaran yang beragama Hindu membangun candi Kalasan yang bercorak Buddha di daerah Kalasan, Yogyakarta. Tindakan Rakai Panangkaran ini menunjukkan sikap menghargai dan mengutamakan sikap toleransi dalam kehidupan beragama.

Menurut prasasti Mantyasih, Rakai Panunggalan berkuasa setelah Rakai Panangkaran. Selama berkuasa di Mataram, Rakai Panunggalan membangun banyak candi megah seperti candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, candi Mendut, dan Candi Borobudur. Candi Borobudur selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833). Pada tahun 850 Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya membuat kesepakatan dengan Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra untuk menggabungkan kedua kerajaan. Rakai Pikatan melakukan pernikahan politik dengan Pramodawardhani (putri Samaratungga). Setelah Samaratungga wafat, Rakai Pikatan menjadi penguasa tunggal di Mataram.

Pada masa kekuasaan Rakai Dyah Balitung struktur pemerintahan kerajaan disempurnakan. Ia membentuk tiga jabatan  penting di bawah raja yang disebut mahamantri yaitu Rakryan i Hino sebagai tangan kanan raja, Rakryan I Halu dan Rakryan I Sirikan. Berdasarkan prasasti Mantyasih, Kerajaan Mataram memiliki struktur birokrasi sebagai berikut:

a.    Pusat kerajaan yaitu daerah ibukota kerajaan. Pada daerah ini terdapat istana Sri Maharaja, tempat tinggal putra raja dan kaum kerabat dekat, para pejabat tinggi kerajaan serta abdi dalem.

b.    Watak yaitu daerah yang dikuasai oleh pejabat kerajaan

c.    Wanua yaitu desa-desa yang diperintah oleh para pejabat desa (rama)

Penguasa terakhir kerajaan Mataram Kuno adalah Mpu Sindok. Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahan Mataram ke jawa Timur. Pemindahan dilakukan karena pusat kerajaan mengalami kehancuran akibat letusan gunung Merapi. Selain itu, ancaman dari Kerajaan Sriwijaya terus mengintai. Di Jawa Timur, Mpu Sindok membentuk Dinasti Isyana dan mendirikan kerajaan Medang Kemulan.

3.    Kehidupan Ekonomi

Kerajaam Mataram Kuno merupakan kerajaan agraris yang mengandalkan pertanian, pelayaran sungai dan perdagangan laut yang dikembangkan melalui sungai Bengawan Solo. Raja Dyah Balitung membangun pusat-pusat perdagangan disekitar Bengawan Solo. Penduduk di sekitar aliran sungai diperintahkan untuk menjaga dan menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan. Sebagai imbalan, penduduk sekitar Sungai Bengawan Solo dibebaskan dari pungutan pajak.

Penduduk Mataram Kuno juga melakukan perdagangan di pasar-pasar yang terletak di pusat kota atau desa. Kegiatan di pasar-pasar tersebut tidak dilakukan setiap hari, tetapi secara bergiliran menitit penanggalan kalender Jawa Kuno (kliwon, legi, pahing, pon, dan wage).

Sumber penghasilan lain dari kerajaan Mataram Kuno dadalah pajak hasil bumi, pajak perdagangan, pajak usaha kerajinan, serta denda-denda akibat tindakan pidana. Pajak-pajak itu disebut sebagai drawya haji yang berarti milik raja. Pajak ditarik oleh pejabat di tingkat watak yang membawahi beberapa desa. Selanjutnya, para penguasa daerah seperti rakai dan pamgat mempersembahkan hasil pajak kepada raja setiap selesai panen (dua kali setahun). Pejabat pemungut pajak ditingkat watak adalah Panurang. Adapun  di pusat kerajaan, pajak diurus oleh Pankur, Tawan dan Tirip. Pajak yang dibayarkan dalam bentuk hasil bumi dan yang pada bulan Caitra (Maret-April), dan Asuji (September-Oktober).

4.    Kehidupan Sosial

Raja merupakan puncak stratifikasi social dalam masyarakat Mataram Kuno. Raja beserta keluarganya tinggal di istana. Menurut berita Cina, istana kerajaan Mataram Kuno dikelilingi dinding dari batu bata dan kayu. Di luar dinding istana terdapat kediaman para pejabat tinggi kerajaan beserta keluarganya. Mereka tinggal dalam perkampungan khusus di sekitar istana. Para budak dan hamba yang dipekerjakan di istana juga tinggal di tempat ini. Selanjutnya, di luar dinding kota terdapat perkampungan rakyat yang merupakan kelpmpok terbesar. Mereka hidup di desa-desa yang disebut wanua. Tempat tinggal ini sesuai dengan struktur birokrasi kerajaan Mataram kuno.

Raja memberikan penghargaan kepada orang-orang yang telah berjasa kepada kerajaan. Raja akan memberikan tanah kepada mereka untuk dikelola. Pada umumnya tanah tersebut berupa hutan yang kemudian dibuka menjadi pemukiman baru. Selanjutnya, orang yang diberi tanah diangkat menjadi penguasa di daerah tersebut. Ia bias berkuasa sebagai akuwu (kepala desa), senopati, atau adipati (kepala daerah).

5.    Kehidupan Budaya

Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh dua dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Dinasti Sanjaya beragama Hindu Syiwa berkuasa di utara dan Dinasti Syailendra beragama Buddha Mahayana berkuasa di Selatan. Kedua agama tersbeut hidup berdampingan. Adanya pernikahan antara Rakai Pikatan (Sanjaya) dan Pramodawardhani (Syailendra) bertujuan untuk menjaga toleransi kehidupan di antara pemeluk agama Hindu-Buddha di Mataram.

Gambar 4: Candi Gaotokaca
Sumber: indonesiakaya.com


Masyarakat Mataram Kuno memiliki kebudayaan cukup maju. Berbagai peninggalan fisik masih dapat ditemui antara lain Candi Borobudur, Candi Prambanan, candi Kalasan, candi Plaosan, candi Sambisari, komplek keratin Ratu Boko, dan candi Mendut. Kerajaan Mataram Kuno juga mewariskan beberapa prasasti antaralain prasasti Canggal (732), prasasti Kelurak (782), dan prasasti Mantyasih (907). Prasasti tersebut ditulis menggunakan huruf Pallawa dan Bahasa Sanskerta. Keberadaan prasasti ini menunjukkan bahwa masyarakat Mataram Kuno sudah mampu menguasai teknik penulisan dengan huruf Pallawa dan Bahasa Sanskerta.


Sumber: 

  1. Magda Alfian, Dkk. 2007. Sejarah : Untuk SMA dan MA Kelas XI Program IPS. Jakarta. Esis
  2. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017. Sejarah Indonesia Kelas XI Semester 1. (edisi Revisi). Jakarta
  3. Danik Isnaini, Sri Pujiani. 2020. PR Sejarah Indonesia untuk SMA dan MA kelas XI semester 1. Yogyakarta. PT Intan Pariwara
  4. Gamal Thabroni. 2020. Kerajaan Mataram Kuno: Sejarah, Peninggalan, dsb (Lengkap). Diakses pada 2 September 2020
  5. Gamal Thabroni.2020. Kerajaan Sriwijaya: Sejarah, Peninggalan, Silsilah, (Lengkap). Diakses pada 2 September 2020

No comments:

Post a Comment