Monday, September 22, 2025

Ancaman Disintegrasi Bangsa Tahun 1945 - 1965


1.   1.  Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)

a.    Gerakan DI/TII di Jawa Barat

1) Latarbelakang

• Penolakan terhadap Perundingan Renville

• Menolak hijrah dan keluar dari Jawa Barat

• Indonesia harus menarik pasukannya dari daerah kantong gerilya yang berada di dalam garis demarkasi Van Mook.

2) Tokoh /Pendiri

• Gagasan mendirikan negara Islam Indonesia telah dicanangkan sejak tahun 1942.

• Katosuwiryo mendirikan di Jawa Barat

• Mengangkat dirinya sebagai imam NII/pemimpin Negara Islam Indonesia

3) Jalannya Peristiwa

• Pada pertemuan di Cisayong bulan Februari 1948, Kartosuwiryo memutuskan mengubah Gerakan kepartaian Masyumi Jawa Barat menjadi bentuk negara serta membekukan Masyumi Jawa Barat

• Melalui Majelis Umat Siman, Kartosuwiryo diangkat menjadi Imam Negara Islam Indonesia (NII)

• Dibentuk Angkatan perang yang Bernama Tentara Islam Indonesia (TII)

• Penumpasan dilakukan dengan pendekatan musyawarah yang dilakukan oleh M. Natsir

• Pemerintah RI mengambil Tindakan dengan operasi militer yang disebut Operasi Pagar Betis dan Operasi Baratayudha.

• Operasi pagar betis melibatkan rakyat untuk mengepung tempat persembunyian gerombolan DI/TII

• Operasi Baratayudha dilakukan oleh TNI dengan menyerang basis-basis kuatan

4) Akhir Peristiwa

• Penumpasan DI/TII dengan penangkapan Kartosuwiryo berhasil di tangkap di gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat oleh Pasukan Siliwangi


 

b.    Gerakan DI/TII di Jawa Tengah

1) Latar Belakang

• ketidakpuasan terhadap Perjanjian Renville

• Kekosongan Kekuasaan membuat masyarakat merasa tidak terlindungi dan memicu keresahan.

2) Tokoh / Pendiri

• Amir Fatah mendeklarasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) dan Tentara Islam Indonesia (TII) pada 23 Agustus 1949

• Amir Fatah juga merupakan merupakan komandan laskar Hizbullah.

3)  Jalannya Peristiwa

                 • Dari hasil perjanjian Renville, Para pejuang di Tegal dan Brebes menolak meninggalkan wilayah tersebut dan terus melakukan perlawanan

• Sebelum adanya pemberontakan DI/TII di bawah kepemimpinan Amir Fatah, di Jawa Tengah sudah lebih dulu pernah muncul gerakan yang serupa dipimpin oleh Abas Abdullah

• Pasukan yang dipimpin Abas ini bernama Pasukan Hizbullah, di mana saat itu mereka memutuskan untuk pergi ke wilayah sengketa Indonesia-Belanda, yaitu Brebes.

• Sampai di sana, pasukan ini membentuk pasukan baru bernama Mujahidin yang disebut sebagai Majelis Islam (MI).

• Pada 23 Agustus 1949, Amir bersama teman-temannya memutuskan bergabung dengan NII yang dipelopori oleh Kartosoewirjo.

• Amir Fatah dengan kelompoknya melakukan penyerangan terhadap TNI dan beberapa desa ketika itu, seperti desa Rokeh Djati dan Pagerbarang.

  

4) Akhir Pemberontakan

 

• Untuk menumpas DI/TII di Jawa Tengah, TNI membentuk Gerakan Banteng Nasional (GBN).

• GBN adalah komando penumpasan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah. Para pemimpin dari GBN sendiri adalah Letnan Kolonel Sarbini, Letnan Kolonel Bachrum, dan Letnan Kolonel Ahmad Yani.

• Sampai akhirnya pada 22 Desember 1950, pasukan-pasukan ini berhasil ditangkap saat berada di Desa Cisayong, Tasikmalaya.

• Amir Fatah dipenjara selama dua tahun, lalu dibebaskan. Ia mendapatkan izin untuk berpergian ke negara lain setelah itu. Pertama, ia pergi ke Amerika dan Eropa hingga akhirnya memutuskan menetap di Korea Selatan.

c.    Gerakan DI/TII di Aceh

1) Latar Belakang

• Kekecewaan rakyat Aceh atas peleburan provinsi Aceh menjadi Keresidenan dan digabungkan ke Provinsi Sumatra Utara

• Daud Beureueh dan tokoh Aceh lainnya kecewa karena janji Presiden Soekarno untuk memperbolehkan Aceh menerapkan syariat Islam tidak terpenuhi.

• Keinginan ingin menerapkan syariat Islam

• Pengaruh dari ideologi DI/TII yang diproklamirkan oleh KArtosuwiryo

2) Tokoh / Pendiri

• Tengku Muhammad Daud Beureueh: Seorang ulama besar dan pemimpin sipil, agama, serta militer yang memimpin pemberontakan DI/TII di Aceh


3) Jalannya pemberontakan

 Pemerintah Indonesia dalam usaha penyelesaian konflik Aceh ini menggunakan dua cara yaitu kekuatan bersenjata (militer) dan diplomasi (musyawarah) dengan para pemberontak.

 Pemerintah menyatakan seluruh Aceh menjadi daerah ”Militaire bystand” sesuai dengan keputusan Presiden No. 175 tahun 1952

4) Akhir Prmberontakan (Upaya penumpasan)

 Pemerintah Indonesia membentuk operasi khusus militer untuk menumpas pemberontakan ini yaitu dengan Operasi 17 Agustus dan Operasi Merdeka.

 Sedangkan dengan cara diplomasi, Pemerintah Indonesia mengirimkan utusan-utusan khusus untuk berdialog dengan pihak pemberontak khususnya dengan Teungku Muhammad Daud Beureueh.

  Negosiasi yang panjang disepakati status otonomi khusus untuk Aceh, yaitu terbentuknya Daerah Istimewa Aceh serta kebebasan menjalankan unsur-unsur syariat di dalamnya.

  Berakhirlah pemberontakkan DI/TII Aceh dan terciptalah perdamaian

d.    Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan

1) Latarbelakang

 kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah pusat dan juga adanya perlakuan tidak baik dari pemerintah serta tentara terhadap rakyat di pedesaan

  ada masa perang kemerdekaan, Divisi IV Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) di Kalimantan Selatan telah menjadi pasukan yang sangat berpengaruh

2) Tokoh/Pendiri

  Ibnu Hadjar, merupakan seorang Letnan Dua Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bergabung dalam Divisi IV Angkatan Laut pada masa perang kemerdekaan.


3) Jalannya peristiwa

  Gerakan Ibnu Hadjar sebenarnya telah dilancarkan sejak 1950, dengan menyerang pos-pos Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) di beberapa wilayah Kalimantan.

  Waktu Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan secara resmi baru dimulai pada 1954, ketika Ibnu Hadjar menyatakan KRYT bergabung dengan DI/TII Kartosoewirjo, yang menawarinya posisi menteri di Negara Islam Indonesia.

  Ibnu Hadjar menamai pasukannya Angkatan Perang Tentara Islam dan mengganti nama markasnya Istana Islam Merdeka.

4) Akhir pemberontakan

  Pemerintah sempat mencoba jalur damai dan persuasif untuk menghentikan pemberontakan, namun gagal. Akhirnya, pemerintah melancarkan operasi militer untuk menumpas pemberontakan ini.

  Penumpasan DI/TII Kalimantan Selatan yang intensif efektif membuat pasukan Ibnu Hadjar melemah

  Pada 1963, Ibnu Hadjar dan gerombolannya dibujuk untuk menyerah dengan janji amnesti dari pemerintah

  Ibnu Hadjar dan sisa-sisa pasukannya pun menyerah pada Juli 1963.

  Setelah Ibnu Hadjar setuju untuk menyerahkan diri, penyelesaian DI/TII di Kalimantan Selatan tetap dibawa ke Mahkamah Militer di Jakarta.

  Pada 11 Maret 1965, Ibnu Hadjar menerima vonis hukuman mati dan dieksekusi pada 22 Maret 1965.

e.    Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan

1) Latarbelakang

  Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dibentuk oleh Saleh Sahban atas perintah Kahar Muzakar

  Ketidakpuasan anggota Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) terhadap kebijakan pemerintah pusat yang akan membubarkan dan merombak kembali tentara.

  Kahar Muzakkar, yang merupakan pemimpin KGSS, menuntut agar personil KGSS dimasukkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).

  Permintaan ini ditolak oleh pemerintah pusat, yang memicu kekecewaan dan menyebabkan Kahar Muzakkar melakukan kekacauan.

2) Tokoh

  Kahar Muzakar, merupakan pimpinan Gerakan gerilya Sulawesi Selatan


3) Jalannya periswita

  Kahar Muzakar membangun negara yang disebut beragama Islam, namun hanya bisa bergerak dengan cara bergerilya di hutan.

  Kelompoknya disebut Republik Persatuan Islam Indonesia (RPII) dan bermarkas di Gunung Latimojong, Enrekang, Sulawesi Selatan

  Saat itu, terjadi perselisihan yang disebabkan keinginan semua anggota KGSS untuk menjadi anggota Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) tidak dipenuhi pemerintah.

  Pemerintah mengharuskan adanya seleksi terhadap anggota KGSS yang ingin masuk APRI.

  Kahar Muzakkar justru mewakili pihak KGSS dalam perundingan dengan AE Kawilarang pada 1 Juli 1950. Dalam pertemuan itu, Kawilarang bukan hanya menolak permintaan KGSS, tetapi juga membubarkan kelompok ini.

  Tindakan Kawilarang membuat Kahar Muzakkar naik pitam dan melayangkan tuntutan, apabila permintaan KGSS untuk masuk ke dalam APRI dengan nama Brigade Hasanuddin tidak dipenuhi, maka mereka akan memberontak.

•  Pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan dengan memasukkan semua anggota KGSS ke dalam Korps Cadangan Nasional dan Kahar Muzakkar diangkat sebagai pemimpin dengan pangkat letnan kolonel dan Kahar Muzakar menolak sehingga lari ke hutan dan membawa senjata

  Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan terjadi sejak tahun 1953 hingga 1965. Gerombolan gerilyawan yang dituding sebagai pemberontak mulai melancarkan aktivitas militer mereka. Mereka merusak jembatan, jaringan komunikasi, menyerbu barak-barak polisi, dan meneror penduduk non-Muslim.

  Memasuki tahun 1962, Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan bukan lagi menjadi ancaman besar seperti tahun-tahun sebelumnya.

   

4) Upaya Penumpasan/ Akhir Peristiwa

  TNI melancarkan serangan balasan dengan mengirim satu batalion di bawah komando Mayor Magenda dari Bone, satu batalion di bawah Mayor Mahfud dari Sengkang, dan satu batalion di bawah Mayor Andi Mattalatta.

  Pada pengujung 1964, pasukan Siliwangi di bawah komando Solihin, berhasil memburu Kahar Muzakkar dan sisa-sisa pendukungnya hingga ke Sulawesi Tenggara.

  Pasukan Siliwangi menemukan petunjuk di dekat Sungai Lasolo, yang berasal dari suara radio transitor milik Kahar Muzakkar.

  Mereka kemudian mengepung daerah yang menjadi perkemahan kelompok Kahar Muzakkar tersebut.

  Dalam penyergapan pada 2 Februari 1965 itu, Kahar Muzakkar tewas di tangan Kopral Sadeli di pinggir Sungai Lasalo.

 

2.    2. PRRI/Permesta

PRRI/Permesta adalah gerakan separatis di Indonesia pada akhir 1950-an yang menuntut otonomi daerah dan keadilan pembangunan, dipicu ketidakpuasan terhadap sentralisasi kekuasaan dan pembangunan yang terlalu berpusat di Jawa.

a.    Latar Belakang

• Ketidakpuasan Daerah: Banyak tokoh militer dan sipil di Sumatera dan Sulawesi merasa kebijakan pemerintah pusat tidak adil dalam alokasi dana pembangunan dan kesejahteraan, sehingga menganggap Jawa terlalu diistimewakan

• Ketidakstabilan Pemerintah: Kondisi pemerintahan yang belum stabil dan tidak meratanya kesejahteraan menjadi pemicu munculnya tuntutan pemisahan diri di berbagai daerah.

• Akar Militer: Kekecewaan di tubuh Angkatan Darat atas rendahnya kesejahteraan prajurit di wilayah Sulawesi dan Sumatera mendorong penentangan terhadap pimpinan Angkatan Darat dan kebijakan pusat.

• Tuntutan PRRI

-  Dibubarkannya Kabinet Djuanda

-  Mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX membentuk pemerintahan sementara sampai pemilihan umum berikutnya akan dilaksanakan

-  Soekarno kembali pada posisi konstitusionalnya.

• kekecewaan akan kebijakan pemerintah pusat yang dianggap mengistimewakan Pulau Jawa dibanding daerah lain. Berkembangnya sentimen ini kemudian memicu timbulnya aspirasi untuk memisahkan diri dari Indonesia.

• Bermula dari permintaan Gubernur Sulawesi Andi Pangerang Pettarani kepada perdana Menteri Ali Sastroamijoyo dan Mendagri R. Sunarjo pada 1957 untuk mengupayakan otonomi yang lebih besar khususnya di Indonesia Timur, termasuk pembagian pendapatan pemerintah yang lebih banyak untuk proyek pembangunan di daerah.

• Hal tersebut tidak mendapat tanggapan sehingga Andi Burhanuddin dan Henk Rondonuwu sebagai delegasi dari Sulawesi kembali ke Jakarta untuk kembali mendesak pemerintah pusat

• Permesta atau Perjuangan Semesta dideklarasikan lebih awal dari PRRI yakni tanggal 2 Maret 1957 oleh Letkol Ventje Sumual yang membacakan naskah proklamasi bernama Staat van Oorlog en Beleg (SOB). Arti dari judul naskah tersebut adalah "Negara Sedang Darurat Perang"

 

b.    Tokoh

• Dewan Daerah: Untuk memperjuangkan tuntutan mereka, tokoh militer dan sipil membentuk dewan-dewan daerah:

-  Dewan Banteng: Di Sumatera Barat, dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.

-  Dewan Garuda: Di Sumatera Selatan, dipimpin oleh Letkol Barlian.

-  Dewan Manguni: Di Sulawesi Utara, dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.

-  Tokoh PRRI lainnya: Sjafruddin Prawiranegara, Maludin Simbolon, Soemitro Djojohadikoesoemo.

c.    Peristiwa Penting

• Deklarasi PRRI: Pada 15 Februari 1958, PRRI diproklamasikan di Sumatera Barat oleh Achmad Husein, dengan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri.


• Dukungan dari Permesta: Beberapa hari kemudian, pada 17 Februari 1958, Letkol D.J. Somba di Sulawesi menyatakan mendukung PRRI dan memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat, menandai deklarasi Permesta.


d.    Jalannya Peristiwa

  Mr. Syafruddin Prawiranegara melihat pembentukan PRRI ini bukan dalam rangka memisahkan diri dari Indonesia melainkan hanya upaya menyelamatkan negara dari kekacauan akibat pengaruh PKI yang besar di pemerintahan pusat.

  Pemerintah menganggap pemberontakan PRRI harus segera dituntaskan dnegan melakukan operasi gabungan yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Angkatan Perang RI (APRI).

  Tentara APRI melayangkan berbagai macam tindak kekerasan, bahkan ribuan orang juga ditangkap dengan cara paksa karena dicurigai sebagai simpatisan PRRI.

  Selama kondisi tersebut diketahui korban jiwa yang jatuh sebanyak 22.174 jiwa, 4.360 orang mengalami luka-luka, dan 8.072 orang menjadi tawanan.

  Melalui Jenderal Abdul Haris Nasution, tentara PRRI berusaha dibujuk untuk menyerah dan kembali setia kepada NKRI. Mendekati penghujung tahun 1960, seluruh wilayah di Sumatera Barat pada akhirnya berhasil dikuasai oleh para tentara APRI.

 

e.    Upaya penumpasan/akhir pemberontakan

1)    Jalur Damai

  Pada 17 Desember 1960, Permesta menyetujui untuk mengakhiri pemberontakan karena pemerintah pusat bersedia membagi Provinsi Sulawesi menjadi dua provinsi yaitu Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, dengan ibukota di Manado.

  Resmi berakhirnya Permesta ditandai dengan Somba yang bersedia menyerahkan diri dan menandatangani naskah penyelesaian Permesta. Pemerintah juga memberikan amnesti dan abolisi kepada siapa saja yang terlibat Permesta.

2)    Operasi Militer

  Penumpasan pemberontakan PRRI dan Permesta adalah Operasi Tegas, Operasi Merdeka dan Operasi Sadar. Operasi Tegas dilaksanakan di wilayah Pekanbaru oleh Letnan Kolonel Kaharuddin Nasution.

  Operasi Sapta Marga II yang termasuk ke dalam operasi merdeka dipimpin oleh Mayor Agus Prasmono di Gorontalo. Sementara itu, Operasi Sadar dipimpin Letkol Ibnu Sutowo dengan tujuan menuntaskan pemberontakan PRRI dan Permesta yang ada di Sumatera Selatan.

  Penumpasan pemberontakan Permesta juga disebut lebih sulit ditumpas dibanding pemberontakan lainnya karena adanya keterlibatan asing yakni Amerika Serikat.

  Amerika Serikat yang membantu pemberontakan disampaikan oleh Allen Lawrence Pope. Allen Pope menjelaskan bahwa alasan pemberontakan Permesta mendapat dukungan dari AS karena adanya kekhawatiran Indonesia akan jatuh ke tangan pihak komunis, yang saat itu menjadi musuh bebuyutan AS.

  Permesta resmi berakhir dengan pemberian amnesti dan abolisi kepada mereka yang terlibat Permesta melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 322 tahun 1961.

 


Sumber:

1. Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah

2. Sejarah Pemberontakan DI/TII Amir Fatah di Jawa Tengah

3. Pemberontakan DI/TII

4. Pemberontakan DU/TII di Aceh

5. PEMBERONTAKAN DAUD BEUREUEH (DI/TII ACEH) TAHUN 1953-1962

6. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan

7. Sejarah Pemberontakan DI-TII Ibnu Hadjar: Alasan, Tujuan, & Akhir 

8. Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan 

9. Pemberontakan DI-TII Kahar Muzakkar: Sejarah, Kronologi, Penumpasan 

10. Menilik Kronologi DI/TII Sulawesi Selatan Menurut Sejarah

11. Pemberontakan PRRI Permesta - Latar Belakang, Kronologis, Tujuan, Dampak, dan Upaya Penumpasan

12. Safitry, Martina dkk(2022). Sejarah SMA/MA Kelas XII, Jakarta. Kemendikbudristek



No comments:

Post a Comment