Latar belakang terjadinya Revolusi Tiongkok disebabkan dari faktor internal negara Tiongkok dan faktor eksternal. Ini dia penyebab-penyebabnya:
A.
Perlawanan Atas Dominasi Asing
1) Perang
Candu I dan II
Kedatangan bangsa-bangsa Barat mulanya diawali dengan perdagangan. Ketika bangsa Barat melakukan pelayaran ke Nusantara, tujuan utama mereka adalah rempah-rempah. Keadaan ini berbeda dengan Tiongkok, karena yang menjadi komoditi adalah opium (candu). Komoditas ini dipilih karena mendatangkan keuntungan yang besar bagi Inggris. Sebetulnya, mengonsumsi bahan ini telah dilarang oleh Kaisar karena menimbulkan dampak yang buruk. Meski begitu, pihak Inggris tetap memaksa untuk memperjualbelikan komoditas ini. Akhirnya, Kaisar memutuskan untuk menghentikan perdagangan tidak sehat itu.
Akibat larangan tersebut, Inggris memberi perlawanan dengan mengirim armada angkatan laut dan berhasil menguasai kota pelabuhan Hongkong, Kanton, Xiamen, Ningbo, Fuzhou, dan Shanghai. Tiongkok-pun terpaksa mengakui keunggulan Inggris dengan menandatangani Perjanjian Nanking pada 1842. Isi Perjanjian Nanking antaralain lima pelabuhan Cina dibuka untuk perdagangan bangsa asing (disebut Treaty Port), Inggris memperoleh wilayah Hongkong dan Inggris memperoleh hak ekstrateritorial. Hak ekstrateritorial adalah hak untuk hidup di bawah hukum Negara asalnya. Kesepakatan ini mengurangi kedaulatan Cina. Perjanjian Nanking menandai pembukaan Cina bagi dunia luar.
Ternyata perangnya tidak berhenti sampai di situ. Pada
1856-1860 terjadi Perang Candu II antara Dinasti Qing dengan Inggris, Amerika
Serikat, dan Prancis. Penyebabnya karena bangsa barat berambisi untuk
memperluas wilayah kekuasaan ke Tiongkok. Penyebab lainnya adalah karena
Tiongkok menghentikan kapal The Arrow
milik Inggris. Tindakan Cina ini membuat geram Inggris dan kembali menobarkan
perang terhadap Cina. Dinasti Ching harus membayar kerugian perang karena
mengalami kekalahan dalam perang Candu II. Untuk mengakhiri perang, muncullah
perjanjian Treaty of Nanjing pada Juni 1858. Isi Treaty oh Nanjing antaralain
Cina membuka sebelas pelabuhan, mengixinkan berdirinya kedutaan Negara luar,
melegalkan impor candu dan member ruang pada aktivitas misionaris Kristen,
1)
Invasi
Jepang
Tiongkok dan Jepang terlibat dalam perang selama setahun.
Tepatnya 1894-1895, perang ini disebabkan karena Pemberontakan
Tonghak. Perlu jadi catatan, pemberontakan ini terjadi
di Korea, bukan Tiongkok.
Pemberontakan dilakukan oleh petani-petani Korea yang marah dan pengikut agama Donghak, suatu agama panteisme yang dipandang sebagai ideologi politik. Mereka marah karena dibuat hukum palsu bagi mereka untuk membangun waduk, padahal tujuannya hanya untuk mendapatkan pajak. Akhirnya, para petani mengamuk dan pemerintah Korea yang ketakutan meminta bantuan pada Dinasti Qing (Tiongkok).
Setelah Tiongkok mengirimkan bantuan, Jepang marah karena
posisi Jepang saat itu sedang menguasai Semenanjung Korea. Tiongkok dianggap
tidak menghormati Jepang karena mengirim bantuan untuk Korea tanpa meminta izin
Jepang. Akhirnya perang tidak bisa dihindari. Tiongkok mengalami kekalahan
dalam perang ini dan harus menandatangani Perjanjian Shimonoseki pada 19 Maret
1895. Akibatnya, Tiongkok harus menyerahkan Pulau Formosa (Taiwan) kepada
Jepang.
1) Perlawanan dari Dalam
Selain menghadapi perlawanan atas dominasi asing, Tiongkok
harus menghadapi perlawanan dari dalam, yaitu rakyatnya sendiri. Di antaranya
adalah:
·
Pemberontakan Taiping (1850-1864),
merupakan perang saudara di Tiongkok yang berlangsung dari tahun 1850 hingga
1864. Terjadi antara Dinasti Qing yang dipimpin oleh suku Manchu dan gerakan
milenarianisme Kristen dari Kerajaan Surgawi Perdamaian.
·
Pemberontakan Nian (1853-1868),
merupakan pemberontakan senjata. Meski gagal menjatuhkan Dinasti Qing,
pemberontakan ini menyebabkan kekacauan dalam berbagai aspek.
· Pemberontakan Panthay (1855-1873), adalah gerakan separatis yang terdiri dari suku Hui dan Muslim Tiongkok yang menentang Dinasti Qing di Yunnan barat daya. Gerakan ini muncul sebagai bagian dari gelombang ketidakpuasan etnis.
·
Gerakan Boxer (1900-1901),
merupakan pemberontakan terhadap kekuasaan asing di sektor perdagangan,
politik, agama, dan teknologi. Boxer memulai aksinya sebagai gerakan antiasing,
antiimperialis, dan merupakan pergerakan berdasarkan petani di Tiongkok utara.
Mereka menyerang orang asing yang membangun jalur kereta api dan melanggar Feng
Shui, dan juga orang Kristen yang dianggap bertanggung jawab untuk dominasi
asing di Tiongkok.
1)
Modernisasi
Cina
Pada tahun 1861
gerakan modernisasi di mulai dengan mempelajari dan mencontoh kemajuan Negara-negara
Eropa. Sampai tahun 1895 modernisasi yang dilaksanakan meliputi berbagai bidang
seperti kemiliteran (pelatihan, persenjataan, struktur dan taktik),
perdagangan, komunikasi, perkapalan, perkeretaapian, perindustrian, dan
pendidikan. Pada masa ini Dinasti Ching mendukung pengiriman pelajar untuk
belajar ke luar negeri.
2)
Perkembangan
Paham-Paham Baru
Masuknya bangsa asing
membawa paham-paham baru sepeti nasionalisme dan liberalism ke wilayah Cina. Kondisi
ini selanjutnya mendorong munculnya kaum terpelajar. Kaum terpelajar inilah
yang berusaha memikirkan carai untuk bangkit menyelamatkan negerinya. Tokohnya nasionalis
Cina yang menonjil pada masa ini adalah Sun Yat Sen (1866-1925). Pada bulan
Oktober 1911 Sun Yat Sen mendirikan Kuo Min Tang (Partai Nasionalis Cina) yang
berpusat di Cina bagian Selatan
B.
Proses Terjadinya Revolusi Tiongkok
Proses Revolusi Tiongkok terjadi pada 11 Oktober
1911 dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen dan
berhasil meruntuhkan Dinasti Qing. Revolusi ini terjadi sebab rakyat kecewa
dengan kepemimpinan Dinasti Qing, seperti kekalahan perang atas bangsa Barat,
ketidakcakapan kaisar-kaisar dalam memimpin, serta penderitaan rakyat yang
semakin berat menyebabkan revolusi tak terhindarkan lagi. Sun Yat Sen
menghendaki pembentukan pemerintahan Cina baru berdasarkan paham San Min Chu I. Paham San Min Chu I terdiri atas tiga prinsip,
yaitu nasionalisme (Min Tsen),
dekomraski (Min Chu), dan sosialisme (Min
Sheng).
Pada awalnya revolusi Cina hanya berlangsung di Cina bagian
selatan, sedangkan Cina bagian utara masih berada di bawah kekuasaan bangsa
Manchu (Kaisar Pu Yi) dan para panglima perang (Warlord).
Pada 1 Januari 1912, Dr. Sun Yat Sen diangkat sebagai
presiden dan Republik Tiongkok dianggap mulai berdiri pada tanggal tersebut.
Dr. Sun Yat Sen mengundurkan diri dan mendirikan partai Kuo Min
Tang lalu digantikan oleh Yuan Shih Kai pada 12 Februari 1912.
Dalam perkembangannya, Yuan Shih Kai memimipin secara dictator
dengan melarang keberadaan partai Kuo Min Tang dan ideology republic. Akan tetapi
masa pemerintahan Yuan Shih Kai tak berlangsung lama karena tahun 1916 ia
meninggal dunia.
Sepeninggal Yuan Shih Kai, kondisi politik di Cina kembali
mengalami kekacauan, Sun Yat Sen berusaha mengatasi kekacauan. Pemerintah
kembali dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen, namun hanya sampai tahun 1924.
Kedudukannya digantikan Chiang Kai Shek dan berhasil mempersatukan Tiongkok
bagian utara dan selatan. Chiang Kai Shek juga berhasil mengalahkan panglima
perang. Keberhasilan Chiang Kai Shek tersebut didukung oleh Partai Komunis Cina
(Kung Chang Tang) yang memengaruhi rakyat (petani di utara) untuk menentang
panglima perang. Dalam perkembangannya, Chiang Kai Shek khawatir kaum komunis
akan berbalik menentangnya. Oleh karena itu, ia memerintah pembantaian terhadap
para pendukung komunis.
Sayangnya, masa pemerintahannya harus menghadapi perlawanan
dari Mao Zedong yang berpaham komunis. Mao Zedong berhasil memenangkan
perlawanan sehingga pada 1949 ia mendirikan Republik Rakyat Tiongkok yang
berpaham komunis yang berkiblat kepada Uni Soviet. Pasukan Mao Zedong
mendirikan republic Rakyat Cina (RRC) yang berideologi komunis.
Chiang Kai Shek bersama pendukungnya akhirnya mendirikan
wilayah Cina daratan dan menetap di Pulau Formosa. Di pulau ini Chiang Kai Shek
mendirikan negara Taiwan. Golongan nasionalis (pendukung Chiang Kai Shek) yang
tetap setia kemudian pindah ke Taiwan. Cina akhirnya dikuasai sepenuhnya oleh
pilah komunis. Akibatnya, paham komunis semakin berkembang, terutama di Asia. Perseteruan
antara Cina daratan (RRC) dan Taiwan masih berlangsung sampai sekarang.
C.
Pengaruh Revolusi Cina
Revolusi Cina menakibatkan paham komunis semakin berkembang
dan memengaruhi peta politik dunia termasuk Indonesia. Dari Cina, paham komunis
menyebar ke berbabagai Negara Asia, seperti Vietnam, Kamboja, dan Indonesia.
Bahkan, komunis di Indonesia sempat beberapa kali mengganggu stabilistas
nasional. Partai Komunis di Indonesia sempat beberapa kali mengganggu
stabilitas nasional. Parta Komunis Indonesia terhitung melakukan tiga kali
pemberontakan di Indonesia. Akibatnya, sejak 1966 partai ini dinyatakan sebagai
partai terlarang di Indonesia.
Partai komunis pun mengancam dominasi paham kapitalis yang berkembang di Amerika Serikat dan Negara-negar Barat. Ancaman atas komunisme Cina tidak hanya dirasakan oleh Amerika Serikat yang menganut paham kapitalis, tetapi juga bagi Uni Soviet. Uni Soviet menuduh RRC mengubah komunisme yang bertumpu pada buruh (industry) menjadi bertumpu pada petani (pertanian). Sebaliknya, Republik Rakyat Cina menuduh Uni Soviet mengkhianati komunisme.
Hingga saat ini komunisme masih melandasi pemerintahan di
RRC. Sejak tahun 1949 Partai Komunis Cina menjadi partai tunggal dan berkuasa
penuh di Cina. Akan tetapi, beberapa pengamat politik dan ekonomi menyebut
bahwa pada perkembangannya komunisme tidak lagi sepenuhnya diberlakukan di Cina,
terutama dalam bidang ekonomi. Beberapa investor swasta telah menanamkan modal
di Cina. Kondisi ini menunjukkan bahwa komunisme di Cina telah mengalami
pergeseran. Meskipun demikian, komunisme tetap mendominasi dalam berbagai segi
kehidupan masyarakat CIna.
Revolusi Cina menyadarkan pentingnya menghargai perbedaan ideology
demi menjaga integrasi bangsa. Pertentangan ideology antara golongan komunis
dan nasionalis mengakibatkan Cina terpecah menjadi dua yaitu Cina daratan (RRC)
dan Cina kepulauan (Taiwan). Agar integrasi bangsa dapat terjaga hendaknya tiap-tiap kelompok masyarakat
mengembangkan sikap menghargai perbedaan dan toleransi.
No comments:
Post a Comment