1. Penetapan
UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara
Pada 18 Agustus 1945 PPKI menyelenggarakan sidang untuk
merumuskan undang-undang dasar negara. Sidang PPKI di bawah pimpinan Soekarno
dan Mohammad Hatta. Sidang pertama PPKI ini berlangsung lancar. Pembahasan
masalah rancangan undang-undang dasar yang telah disiapkan oleh BPUPKI dapat
diselesaikan dalam dua jam.
Rancangan undang-undang dasar negara yang dimaksud adalah
Piagam Jakarta yang dihasilkan sidang BPUPKI pada 29 Mei – 1 Juni 1945. Dalam
sidang PPKI ini, Piagam Jakarta disempurnakan dengan penambahan beberapa bagian
yang terdiri atas pembukaan, batang tubuh berisi 27 pasal, 4 pasal peraturan
peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan disertai penjelasan.
Setelah bagian pembukaan undang-undang dasar berisi dasar
negara disepakati, muncul perdebatan mengenai salah satu kalimat dalam dasar
negara tersebut. Anggota sidang yang berasal dari Indonesia bagian Timur merasa
keberatan dengan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluknya”. Setelah melalui perdebatan cukup panjang, anggota sidang PPKI
menyepakati perubahan kalimat menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Setelah adanya penambahan dan perubahan pada beberapa
bagian, seluruh rancangan undang-undang dasar tersebut disepakati oleh anggota
sidang. Soekarno mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan dasar negara Indonesia. Dengan demikian pada 18 Agustus 1945
bangsa Indonesia telah mempunyai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang dikenal dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
(sumber: ruangguru.com)
2. Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden
Setelah pengesahan Undang-Undang Dasar 1945, sidang PPKI
dilanjutkan dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sebelum pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden, Soekarno meminta agar PPKI mengesahkan 3 aturan peralihan
sebagai dasar hukum pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Pasal tersebut
menyatakan untuk pertama kalinya Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh PPKI.
Kertas suara untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden
dibagikan kepada seluruh anggota PPKI. Akan tetapi, Otto Iskandardinata
mengusulkan agar pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara
aklamasi. Ia sendiri mengusulkan agar Soekarno dan Mohammad Hatta menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Semua anggota PPKI menyetujui usulan
Otto Iskandardinata tersebut. Selanjutnya, Soekarno dan Mohammad Hatta
ditetapkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang pertama oleh
PPKI. Sebelum sidang PPKI ditutup, Presiden Soekarno menunjuk sembilan orang
anggota PPKI sebagai Panitia Kecil. Tim ini nantinya bertugas menyusun
rancangan pembagian wilayah negara.
3. Pembentukan
Pemerintahan Daerah dan Departemen
Pada 19 Agustus 1945 anggota PPKI kembali melakukan rapat.
Agenda pertama dalam rapat ini adalah membahas hasil kerja Panitia Kecil yang
dipimpin oleh Otto Iskandardinata. Presiden Soekarno menunjuk Ahmad Soebardjo,
Sutardjo Kartohadikusumo, dan Kasman Singodimedjo untuk membentuk Panitia Kecil
yang merencanakan bentuk Departemen.
Otto Iskandardinata menyampaikan hasil kerja Panitia
Kecil yang dipimpinnya. Otto Iskandardinata menjelaskan pembagian wilayah
negara menjadi beberapa pemerintahan daerah bertujuan menjalankan roda
pemerintahan dan menggerakkan partisipasi masyarakat dalam mempertahankan
kemerdekaan. Hasil kerja Panitia Kecil kemudian dibahas dalam rapat dan
menghasilkan keputusan wilayah Indonesia dibagi menjadi beberapa provinsi
berikut :
1.
Provinsi
Sumatera dengan Gubernur Teuku Muhammad Hasan
2.
Provinsi
Jawa Barat dengan Gubernur Sutardjo Kartohadikusumo
3.
Provinsi
Jawa Tengah dengan Gubernur R. Pandji Suroso
4.
Provinsi
Jawa Timur dengan Gubernur R. M. Soerjo
5.
Provinsi
Borneo (Kalimantan) dengan Gubernur Pangeran Mohammad Noor
6.
Provinsi
Sulawesi dengan Gubernur Sam Ratulangi
7.
Provinsi
Maluku dengan Gubernur J. Latuharhary
8.
Provinsi
Sunda Kecil (Nusa Tenggara) dengan Gubernur I Gusti Ketut Pudja
Selain delapan
wilayah tersebut, terdapat dua daerah istimewa yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Surakarta. Setelah menetapkan pemerintahan daerah dengan pembentukan
delapan provinsi dan dua daerah istimewa, sidang dilanjutkan dengna
mendiskusikan pembentukan departemen. Adapun dua belas departemen yang dibentuk
dalam sidang tersebut sebagai berikut :
1.
Departemen
Dalam Negeri dipimpin R. A. A. Wiranata Kusuma
2.
Departemen
Luar Negeri dipimpin Ahmad Soebardjo
3.
Departemen
Kehakiman dipimpin Soepomo
4.
Departemen
Keuangan dipimpin A. A. Maramis
5.
Departemen
Kemakmuran dipimpin Surakhman Tjokrodisurjo
6.
Departemen
Kesehatan dipimpin Buntaran Martoatmodjo
7.
Departemen
Pengajaran dipimpin Ki Hajar Dewantara
8.
Departemen
Sosial dipimpin Iwa Kusumasumantri
9.
Departemen
Keamanan Rakyat dipimpin Supriyadi
10. Departemen Penerangan dipimpin Amir
Syarifuddin
11. Departemen Perhubungan dipimpin
Abikusno Tjokrosujoso
12. Departemen Pekerjaan Umum dipimpin
Abikusno Tjokrosujoso
Sidang kedua
PPKI ini juga berhasil menetapkan empat menteri negara. Keempat tokoh menteri
tersebut yaitu Wachid Hasyim, M. Amir, Otto Iskandardinata, dan R. M. Sartono.
Beberapa tokoh juga ditetapkan sebagai pejabat tinggi negara untuk membantu
menjalankan pemerintahan. Tokoh tersebut sebagai berikut :
1.
Kusumaatmaja
menjabat ketua Mahkamah Agung
2.
Gatot
Tarunamihardja menjabat Jaksa Agung
3.
A.
G. Pringgodigdo menjabat Sekretaris Negara
4.
Soekarjo
Wirjopranoto menjabat sebagai Juru Bicara Negara
Pada sidang
ini, PPKI juga membahas pembentukan lembaga pertahanan. Yang memutuskan
beberapa hal, yaitu membubarkan tentara Peta di Jawa dan Bali serta Laskar
Rakyat di Sumatera, menghentikan aktivitas prajurit Heiho, serta meminta Presiden segera membentuk tentara kebangsaan
Indonesia.
4. Pembentukan
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
Pada 22 Agustus 1945 PPKI kembali mengadakan sidang dalam
rangka pembentukan alat kelengkapan negara. Dalam sidang ini diputuskan untuk
membentuk Komite Nasional di seluruh Indonesia yang berpusat di Jakarta. Tujuan
pembentukan Komite Nasional adalah mempersatukan semua lapisan dan bidang
pekerjaan agar tercapai solidaritas dan kesatuan nasional yang erat dan utuh,
membantu menentramkan rakyat dan melindungi keamanan, serta membantu para
pemimpin untuk mewujudkan cita-cita negara.
Pembentukan Komite Nasional Indonesia yang kemudian
dikenal dengan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) diresmikan pada 29
Agustus 1945. Diketuai oleh Kasman Singodimedjo, yang dibantu oleh tiga orang
wakil ketua yaitu, Sutardjo Kartohadikusumo (Wakil Ketua I), Johannes
Latuharhary (Wakil Ketua II), dan Adam Malik (Wakil Ketua III).
Setelah KNIP diresmikan, tugas PPKI pun berakhir.
Pembentukan KNIP kemudian diikuti dengan pembentukan Komite Nasional Indonesia
Daerah (KNID). Berdasarkan pasal VI Aturan Peralihan UUD 1945, Komite Nasional
bertugas membantu Presiden menjalankan kekuasaan MPR, DPR dan DPA sebelum
lembaga-lembaga tersebut terbentuk. Pada 7 Oktober 1945 kelompok pemuda dalam
KNIP mengajukan petisi yang ditandatangani oleh lima puluh orang kepada
Presiden Soekarno agar KNIP diberi wewenang legislatif.
Oleh karena adanya petisi dari anggota KNIP, pada 16
Oktober 1945 Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat Nomor X Tahun
1945 yang menyatakan bahwa sebelum MPR dan DPR dibentuk, KNIP diberikan
kekuasaan legislatif dan ikut serta menentukan Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Maklumat tersebut juga menyatakan bahwa tugas sehari-hari KNIP
dijalankan oleh Badan Pekerja KNIP (BP KNIP).
5. Pembentukan
Tentara Nasional Indonesia
Sidang ketiga PPKI juga membahas pembentukan lemabga
pertahanan negara. Lembaga pertahanan tersebut diharapkan menjadi kekuatan
militer bangsa Indonesia untuk menjaga keamanan dan pertahanan Indonesia.
a.
Badan
Keamanan Rakyat (BKR)
Badan Keamanan Rakyat (BKR) merupakan suatu badan yang
bertugas mengawal dan menjaga keamanan seta stabilitas negara yang dilakukan
bersama rakyat dan penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia.
BKR dibentuk oleh PPKI dalam sidangnya tanggal 22 Agustus
1945. Pembentukan BKR merupakan perubahan hasil sidang PPKI tanggal 19 Agustus
1945 yang sebelumnya merencanakan pembentukan tentara kebangsaan. Menurut
beberapa tokoh, pembentukan tentara kebangsaan cenderung memicu serangan dari
pihak Jepang dan Sekutu yang telah memiliki kesepakatan mempertahankan
Indonesia dalam status quo.
Pengumuman pembentukan BKR baru dilaksanakan Presiden
Soekarno pada 23 Agustus 1945. Presiden Soekarno mengajak para sukarelawan
pemuda bekas Peta, Heiho, dan Kaigun untuk bergabung dengan BKR serta
bersiap diri dipanggil menjadi prajurit tentara Indonesia.
Di Jakarta para pemuda dan bekas Peta berhasil merumuskan
struktur BKR sesuai struktur organisasi pada masa pendudukan Jepang.
Kepengurusan BKR tingkat pusat ini terdiri atas Kaprawi, Sutaklasana, Latief
Hendraningrat, Arifin Abdurrachman, Machmud, dan Zulkifli Lubis.
Pembentukan BKR di luar Jakarta dipelopori oleh Arudji
Kartawinata (Jawa Barat), Mustopo (Jawa Timur) dan Soedirman (Jawa Tengah).
Selain BKR unsur Darat yang dipelopori oleh beberapa tokoh tersebut, dibentuk
BKR Laut. Pembentukan BKR Laut dipelopori oleh bekas murid dan guru dari
Sekolah Pelayaran Tinggi dan para pelaut dari Jawatan Pelayaran yang terdiri
atas Mas Pardi, Adam, R. E Martadinata, dan R. Suryadi.
Oleh karena keterbatasan sarana komunikasi pada awal
kemerdekaan Indonesia, tidak semua daerah di Indonesia mengetahui pembentukan
BKR. Meskipun demikian, pemuda-pemuda di daerah membentuk organisasi yang kelak
menjadi inti pembentukan tentara, seperti Pemuda Republik Indonesia, Angkatan
Pemuda Indonesia dan Pemuda Indonesia Maluku.
b.
Tentara
Keamanan Rakyat (TKR)
Pada 5 Oktober 1945 pemerintah Indonesia mengeluarkan
maklumat untuk mengubah sistem BKR menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Pembentukan TKR dilatarbelakangi oleh kondisi Indonesia yang belum memiliki
tentara kebangsaan saat tentara Inggris dan Belanda datang ke Indonesia. Hal
ini juga dilatarbelakangi oleh keinginan para anggota BKR dan Pejuang untuk
segera membentuk suatu tentara nasional Indonesia.
Setelah dikeluarkannya maklumat pembentukan tentara
nasional, pemerintah memanggil Oerip Soemohardjo ke Jakarta. Wakil Presiden
Mohammad Hatta mengangkatnya menjadi Kepala Staff Umum TKR dengan pangkat
Letnan Jendral.
Setelah TKR terbentuk, pada 6 Oktober 1945 Presiden
Soekarno mengangkat Supriyadi, seorang tokoh pemberontakan Peta di Blitar untuk
menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan pemimpin tertinggi TKR. Akan tetapi,
Supriyadi tidak pernah muncul, hingga pada 12 November 1945 diadakan konfrensi
TKR di Yogyakarta.
Konfrensi TKR di Yogyakarta dipimpin oleh Kepala Staff
Umum TKR Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo. Hasil konfrensi tersebut
terpilihnya Kolonel Soedirman (Pimpinan Divisi V Jawa yang berkedudukan di
Purwokerto) sebagai pemimpin tertinggi TKR. Kolonel Soedirman diangkat secara
resmi oleh Pemerintah Republik Indonesia menjadi Panglima Besar TKR pada 18
Desember 1945 dengan pangkat Jenderal.
c.
Tentara
Nasional Indonesia
Pada 8 Januari 1946 pemerintah Indonesia mengganti
Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Selanjutnya, untuk
menyempurnakan organisasi tentara menurut standar internasional, pada 26
Januari 1946 pemerintah mengeluarkan maklumat tentang penggantian nama Tentara
Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). TRI diubah menjadi
Tentara Nasional Indonesia.
Pada 15 Mei 1947 Presiden Republik Indonesia mengeluarkan
ketetapan tentang penyatuan TRI dengan badan dan laskar perjuangan menjadi satu
organisasi tentara. Pada 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Presiden Soekarno juga menetapkan susunan
tertinggi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soedirman diangkat
sebagai kepala pimpinan TNI dengan anggotanya terdiri atas Letnan Jenderal
Oerip Soemohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor
Sutomo, Jenderal Mayor Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono. Presiden
Soekarno juga menyatakan bahwa semua satuan angkatan perang dan satuan laskar
yang melebur menjadi TNI diwajibkan taat dan tunduk pada instruksi yang
dikeluarkan oleh pimpinan TNI, Jenderal Soedirman.
d.
Pembentukan
Kepolisian Negara
Sidang PPKI pada 19 Agustus 1945 juga memutuskan
pembentukan Badan Kepolisian Negara (BKN). Pada 29 September 1946 Presiden
Soekarno melantik Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian
Negara. Pada awal pembentukan Kepolisian berada dalam lingkungan Kementrian
Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang secara operasionalnya
bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. Pada 1 Juli 1946 pemerintah mengeluarkan
Penetapan Pemerintah Tahu 1946 Nomor 11/S.D yang berisi keputusan bahwa
Djawatan Kepolisian Negara bertanggung jawab kepada perdana menteri.
Selain bertugas sebaggai penegak hukum anggota kepolisian
negara berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kepolisian negara
menyatakan dirinya “combatant” yang tidak tunduk kepada Konvensi Jenewa.
6. Pembentukan
Partai Politik
Sidang PPKI pada 22 Agustus 1945 juga menghasilkan
keputusan mengenai pembentukan Partai Nasional Indonesia (PNI). PNI diharapkan
menjadi partai tunggal yang mempelopori kehidupan bernegara Indonesia. Partai
tunggal merupakan gagasan Soekarno sejak sebelum kemerdekaan. Pada 31 Agustus
1945 dikeluarkan maklumat pemerintah yang menunda segala aktivitas persiapan
dan pembentukan PNI sebagai partai tunggal dengan maksud untuk memusatkan
perhatian dan tindakan pada Komite Nasional karena kedudukannya dianggap sangat
penting.
(Sumber: ruangguru.com)
Pandangan Soekarno mengenai partai tunggal berlawanan
dengan pandangan Sutan Sjahrir. Menurut Sutan Sjahrir, partai tunggal akan
membentuk alat untuk mengontrol dan mendisplinkan perbedaan pendapat. Pandangan
Sutan Sjahrir mengenai pembentukan partai tunggal mempengaruhi usulan Badan
Pekerja KNIP.
Dalam pengumuman BP KNIP nomor 3 disebutkan tentang pembentukan
satu partai, yaitu Partai Nasional Indonesia memang diperlukan untuk
memperasatukan segala aliran dalam masyarakat guna mempertahankan negara. Akan
tetapi, menurut BP KNIP, Komite Nasional yang berperan mempersatukan segala aliran
dalam masyarakat. Mengingat hal tersebut, BP KNIP mengusulkan agar pemerintah
memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik.
Pada 3 November 1945 atas usulan BP KNIP, pemerintah
mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa pemerintah mendukung berdirinya
partai-partai politik terkait dengan rencana penyelenggaraan pemilihan umum. Maklumat
ini ditandatangani oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta karena Presiden Soekarno
sedang mengadakan kunjungan ke luar negeri.
Pembentukan partai politik dipertegas kembali dengan
Maklumat Pemerintah 14 November 1945 yang menyatakan bahwa partai politik yang
dimanfaatkan untuk mendorong dan memajukan tumbuhnya pemikiran-pemikiran
politik. Akibatnya, partai-partai politik yang ada sebelum kemerdekaan bangkit
kembali. Menurut Maklumat 3 November 1945, tujuan pendirian partai politik
adalah memperkuat perjuangan dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dan
menjamin keamanan masyarakat. Partai politik adalah suatu kelompok yang
terogranisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan
cita-cita sama. Tujuannya adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan.
Arah pendirian partai politik dimaksudkan sebagai sarana
untuk mengatur aspirasi rakyat dari berbagai golongan. Dengan adanya partai
politik, aspirasi yang berbeda dijadikan pemikiran dan program sistematis dan
teratur untuk diperjuangkan sebagai kebijakan politik.Partai berfungsi sebagai broker of idea sekaligus pelopor bagi
masyarakat serta berfungsi untuk megelola perbedaan yang ada.
7. Pembentukan
Komite Van Aksi dan Badan Perjuangan
Komite van Aksi merupakan organisasi pemuda yang dibentuk
Sukarni dan Adam Malik yang dimaksudkan sebagai organisasi yang bertugas
melucuti senjata dan kantor-kantor serdadu Jepang. Munculnya komite van aksi
mengakibatkan lahirnya badan perjuangan lainnya seperti Angkatan Pemuda
Indonesia (API), Barisan Rakyat Indonesia (BARA), dan Barisan Buruh Indonesia
(BBI). Badan-badan perjuangan tersebut selanjutnya berada dibawah Komite van
Aksi.
Pembentukan Komite van Aksi di Jakarta menginspirasi
pembentukan badan-badan perjuangan diberbagai daerah. Badan perjuangan
tersebut dibagi menjadi 2 yaitu:
a.
Badan
perjuangan yang didirikan oleh pemuda politik. Pemuda politik merupakan para
pemuda yang tidak tergabung dalam organisasi militer pembentukan Jepang.
b.
Badan
perjuangan yang dibentuk oleh pemuda militer. Pemuda militer merupakan pemuda
yang menjadi anggota organisasi militer Jepang.
Sumber:
1. https://blog.ruangguru.com/dinamika-pemerintahan-pertama-ri
2. Ringgo Rahata dkk. 2019. Sejarah untuk SMA/MA: Peminatan ilmu-ilmu sosial(Pegangan Guru). Yogyakarta, PT Intan Pariwara
3. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017. Sejarah Indonesia Kelas XI Semester 2. (edisi Revisi). Jakarta
No comments:
Post a Comment