Monday, June 1, 2020

Perkembangan Indonesia pada Masa Awal Kemerdekaan

Dalam perkembanganya, suka cita rakyat Indonesia pascaproklamasi kemerdekaan tidak berlangsung lama. Rakyat Indonesia haris kembali berjuang untuk mempertahankan kemrdekaan yang baru diraih. Perjuangan rakyat Indonesia tersebut tidak lepas dari kedatangan Sekutu yang di boncengi NICA (Belanda). Kedatangan Sekutu di Indonesia terkait upaya mengembalikan pasukan Jepang ke negaranya. Sementara itu, Belanda datang di Indonesia untuk kembali menancapkan kekuasaan di Indonesia.

1.    Kondisi Indonesia pada Masa Awal Kemerdekaan
Pada masa awal kemerdekaan kondisi Indonesia diwarnai ketidakstabilan. Kekacauan, ketegangan, bahkan konflik pada masa itu terjadi karena pasukan Jepang masih berusaha mempertahankan status quo di Indonesia hingga pasukan Sekutu datang. Kedatangan NICA dan Sekutu memperburuk suasana politik dan keamanan di Indonesia. Beberapa saat setelah berita kedatangan NICA berembus, rakyat segera membentuk laskar perjuangan.
Ketidak stabilan politik pada masa awal kemerdekaan juga berdampak pada ketidakstabilan perekonomian Indonesia. Ketidakstabilan ekonomi terjadi karena banyak mata uang yang beredar di Indonesia. Uang yang beredar di Indonesia pada saat itu adalah mata uang Jepang, Hindia Belanda dan uang yang dikeluarkan De Javasche Bank. Peredaran mata uang memicu terjadinya inflasi. Untuk mengatasi inflasi, pada 1 Oktober 1945 pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Oeang Republik Indonesia (ORI). ORI berfungsi sebagai satu-satunya alat pemyaran yang sah.
(Sumber : Kompas.com)
Ketidakstabilan politik dan ekonomi menyebabkan pemindahan ibukota negara Republik Indonesia ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Presiden dan wakil Presiden menyetujui dengan alasan keamanan. Sementara itu, Perdana Menteri Sutan Sjahrir masih berkedudukan di Jakarta untuk mengadakan hubungan dengan dunia internasional.
Perubahan pada bidang sosial pasca kemerdekaan terlihat semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Dalam bidang pendidikan, pemerintah menunjuk Ki Hajar Dewantara sebagai menteri pengajaran untuk membuat dan menetapkan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Pemerintah juga mendirikan universitas, seperti Universitasn Indonesia dan Universitas Gajah Mada. Di bidang kesehatan pemerintah mulai melakukan nasionalisasi atau pengambilalihan rumah sakit milik Belanda dan rumah sakit swasta.

2.    Kedatangan Sekutu dan Belanda
Setelah mengalahkan Jepang dalam Perang Pasifik, Sekutu membentuk Southeast Asia Command (SEAC). SEAC bertugas mengurus segala proses penyerahan Jepang di wilayah Asia Tenggara. Tugas utama SEAC adalah melucuti tentara Jepang dan memulangkan tentara Jepang ke negaranya. SEAC dipimpin oleh Laksamana Lord Louis Mountbatten dari Inggris. 
(Sumber : hariansejarah.id)

Kedatangan pasukan Sekutu ternyata dimanfaatan Belanda untuk mengangkut pasukan belanda yang tergabung dalam Netherland Indies Civil Administrations (NICA). Keikutsertaan Belanda dalam misi Sekutu tidak lepas dari adanya perundingan antara Belanda dan Inggris di London yang menghasilkan Civil Affair Agreement pada 24 Agustus 1945. Perundingan tersebut berisi pengaturan penyerahan kembali Indonesia kepada Belanda, terutama wilayah Sumatera yang berada di bawah pengawasan SEAC. Langkah-langkah yang disepakati Belanda dan Inggris dalam perundingan itu sebagai berikut:
a.    Fase pertama, tentara sekutu akan mengadakan operasi militer untuk memulihkan keamanan dan ketertiban
b.    Fase kedua, setelah keadaan normal pejabat-pejabat NICA akan mengambil alih tanggung jawab koloni itu dari pihak Inggris yang mewakili Sekutu
Dalam rangka normalisasi keamanan di wilayah Indonesia, Inggris membentuk pasukan khusus yang diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) dibawah komando Lentan Jenderal Sir Phillip Christison. Pasukan ini terdiri atas tentara-tentara Gurkha dari India. AFNEI tiba di Indonesia pada 16 September 1945 dan 29 September 1945 di Surabaya dibawah pimpinan W R Patterson. Tugas AFNEI yaitu:
a.    Menerima penyerahan kekuasaan tentara Jepang tanpa syarat;
b.    Membebaskan tawanan perang dan interniran Sekutu;
c.    Melucuti dan mengumpulkan orang-orang Jepang untuk dipulangkan ke negerinya;
d.    Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai;
e.    Menciptakan ketertiban dan keamanan untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil;
f.     Mengumpulkan keterangan tentang penjahat perang untuk kemudian diadili sesuai dengan hukum yang berlaku.

3.    Perlawanan Mempertahankan Kemerdekaan
Pada awal kedatangan Sekutu di Indonesia untuk melucuti tentara Jepang dan mendapat sambutan positif dari rakyat Indonesia. Setelah diketahui bahwa tentara Sekutu diboncengi pasukan NICA, sikap rakyat Indonesia berubah. Sementara Sekutu dan Belanda belum mengetahui apabila rakyat Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya dan membentuk pemerintahan sendiri.
Republik Indonesia membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk menjaga keamanan negara dan melindungi rakyat Indonesia. Pada perkembangannya TKR bersama laskar-laskar rakyat bersatu menghadapi Belanda yang berusaha menguasai kembali wilayah Indonesia.
a.    Pengambilalihan Kekuasaaan Jepang di Yogyakarta
Berita proklamasi Kemerdekaan Indonesia berhasil disebarluaskan melalui siaran radio ke berbagai daerah, termasuk Yogyakarta. Pada 19 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengkubuwono IX bersama Sri Paku Alam VIII menyatakan dukungan terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia.


Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendorong barisan pemuda melakukan pengambilalihan kantor-kantor pemerintahan dan perusahaan yang diduduki Jepang. Pengambilalihan kekuasaan Jepang secara serentak dimulai tanggal 6 September sampai 7 Oktober 1945. Para pekerja baik instansi pemerintah maupun perusahaan milik Jepang mendukung pengambilalihan kekuasaan dengan melakukan aksi mogok kerja.
Pada 5 Oktober 1945 gedung Cokan Kantai (kantor pemerintahan Jepang) di Yogyakarta diambil alih pihak Indonesia. Gedung ini berubah fungsi menjadi kantor KNID Yogyakarta. Ketika pusat pemerintahan republik berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta gedung ini digunakan sebagai tempat presiden dan wakil presiden berkantor. Saat ini gedung ini dikenal sebagai Gedung Nasional atau Gedung Agung.
Para pejuang dan rakyat Yogyajarta juga berusaha merebut senjata dan markas tentara Jepang. Usaha ini dilakukan dengan mengepung markas Osha Butai di Kotabaru. Pada 7 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara Jepang dan pasukan Indonesia dan Jepang menyerah dan diterima langsung oleh TKR. Pasukan Indonesia juga berhasil melakukan pelucutan senjata Kaigun di Maguwo. Keberhasilan ini menandai berakhirnya pertempuran rakyat melawan tentara Jepang di Yogyakarta dan menegaskan bahwa Yogyakarta berada dibawah kekuasaan Republik Indonesia.

b.    Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pada 7 Oktober 1945 ribuan pemuda di Semarang mengepung tangsi tentara Jepang di Jatingaleh. Para pemuda memaksa pemimpin tentara Jepang menyerahkan senjata. Setelah melakukan perundingan, Jepang bersedia menyerahkan senjata secara bertahap. Pada 14 Oktober 1945 sekitar 400 tentara Jepang yang dipindahkan dari pabrik gula ke penjara Bulu melarikan diri.
Para tawanan yang melarikan diri bergabung dengan Kidobutai di Jatingaleh pimpinan Mayor Kido. Pasukan Jepang menyerang sekaligus melucuti polisi istimewa yang saat itu tengah menjaga sumber air minum bagi warga Semarang di Candilama. Pada sore hari muncul kabar bahwa sumber mata air di Candilama diracuni oleh Jepang. Oleh karena itu, dr Kariadi, Kepala Pusat Rumah Sakit Rakyat  (Purusara), berniat memeriksa kabar tersebut. Dalam perjalanan menuju Candilama untuk memeriksa sumber mata air, dr Kariadi dibunuh oleh tentara Jepang. Peristiwa ini memicu kemarahan rakyat Semarang.
Pada 15 Oktober 1945 pasukan Kidobutai bergerak ke kota dan terjadi pertempuran dengan barusan pejuang di Simpang Lima(Tugu Muda) dan di Hotel Du Pavillon. Pertempuran ini berlangsung selama lima hari dan berhenti setelah pimpinan TKR dan pemimpin pasukan Jepang mengadakan perundingan.

c.    Pertempuran di Ambarawa
Rangkaian pertempuran di Ambarawa dimulai ketika pasukan Sekutu mendarat di Semarang pada 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethell. Pada awalnya pasukan Sekutu disambut baik oleh Gubernur Jawa Tengah, R Panji Suroso. Pasukan sekutu tersebut menuju Magelang untuk membebaskan interniran Belanda. Akan tetapi, pada tanggal 26 Oktober 1945 pasukan ini justru mempersenjatai interniran Belanda dan mengambilalih kekuasaan atas kota Magelang. Peristiwa ini memicu terjadinya pertempuran Ambarawa.
Dalam pertempuran tanggal 30 Oktober 1945, pasukan Sekutu tidak mampu menghadapi pertempuran TKR bersama rakyat. Sekutu meminta bantuan Presiden Soekarno untuk menyelamatkan tentara Sekutu beserta para interniran. Pada 1 November 1945 Presiden Soekarno dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin menuju Yogyakarta untuk menyelesaikan masalah dan mengadakan kesepakatan.
Pada 2 November 1945 Presiden Soekarno telah bertemu dengan Brigjen Bethell dan menyepakati genjatan senjata. Isi kesepakatan tersebut antara lain:
ü  Genjatan Senjata diberlakukan dengan segera
ü  Tentara Sekutu diijinkan menambah pasukan dengan jumlah yang diperlukan untuk melindungi interniran di Magelang
ü  Anggota NICA dilarang melakukan kegiatan apapun
ü  Pembentukan Contact Bureu (badan penghubung) di Semarang, Ambarawa, dan Magelang untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi.
 Akan tetapi, Sekutu ingkar janji, pada 20 November 1945 pertempuran kembali terjadi di Ambarawa dibawah pimpinan Mayor Sumarto. Pasukan Sekutu terdesak meminta bantuan pasukan yang berada di Magelang. Pada 21 November 1945 pasukan Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Adrongi melakukan serangan fajar dari arah Magelang dengan tujuan merebut wilayah Pingit dari Sekutu. Serangan tersebut direspon oleh Sekutu dengan pengeboman terhadap pemukiman sekitar ambarawa dan pada 22 November 1945 berhasil memukul mundur pasukan pemuda.
Pasukan Sekutu berhasil menguasai dua desa di sekitr Ambaraw. TKR berupaya membebaskan desa tersebut. Pada tanggal 26 November 1945 terjadi pertempuran melawan sekutu dan menewaskan pimpinan TKR dari Purwokerto Kolonel Isdiman. Kepemimpinan diambil alih oleh Kolonel Sudirman. Pada perkembangannya situasi pertempuran menguntungkan bagi pasukan TKR. Pada 5 Desember 1945 pasukan Kolonol Sudirman berhasil memukul mundur pasukan Sekutu dari Banyubiru sebagai garis terdepan pertahanan Sekutu. Pada 11 Desember 1945 Kolonel Sudriman memutuskan mengumpulkan para komandan sektor. Mereka melaporkan kondisi dan situasi masing-masing sektor. Berdasarkan laporan, kolonel Sudirman mengambil kesimpulan bahwa pasukan Sekutu telah terdesak. Oleh karena itu, disusun rencana serangan akhir sebagai berikut:
ü  Serangan mendadak dan serentak dari semua sektir
ü  Tiap-tiap komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan
ü  Pasukan badan-badan perjuangan (laskar) menjadi pasukan cadangan
ü  Serangan dilakukan pada 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi
Puncaknya tanggal 12 Desember 1945 seluruh pasukan TKR dan para pejuang menyerang Sekutu. Pertahanan musuh yang terkuat di benteng Willem di tengah kota Ambarawa. Kota Ambarawa dikepung selama 4 hari 4 malam. Kolonel Sudirman menggunakan taktik perang “Supit Urang”, yaitu pengepungan rangkap dua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Pada 15 Desember 1945 pasukan Sekutu meninggalkan kota Ambarawa dan mundur menuju Semarang.

d.    Pertempuran Surabaya (10 November 1945)
Sejak awal kedatangan tentara Sekutu, pemegang pemerintahan di Jawa Timur, yaitu Gubernur Suryo enggan menerima kedatangan Sekutu. Sikap ini muncul kecurigaan yang khawatir kedatangan tentara Sekutu akan diboncengi oleh Belanda (tentara NICA). Kecurigaan ini terbukti karena tentara NICA ternyata datang bersamaan dengan Sekutu.
Ketegangan akhirnya memicu bentrokan antara pasukan Sekutu dan para pejuang. Pertempuran berawal ketika tentara Sekutu (AFNEI) mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Kedatangan pasukan yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S Mallaby dengan tugasnya adalah:
1)    melucuti senjata jepang
2)    membebaskan tawanan perang interniran sekutu
3)    menjaga keamanan dan ketertiban
Dalam sebuah insiden pertempuran Brigjen A W S Mallaby terbunuh. Terbunuhnya Mallaby menyebabkan Inggris marah. Pada 9 November 1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum agar para pejuang dan rakyat Surabaya kepada Sekutu. Apabila ultimatum tersebut tidak dihiraukan seluruh kekuatan Sekutu akan menggempur Kota Surabaya. Meskipun demikian, ultimatum tersebut tidak dihiraukan rakyat Surabaya. Pertempuran pecah tanggal 10 November 1945 pukul 10.00 pagi.
Dalam pertempuran Surabaya muncul satu tokoh penyemangat yaitu Bung Tomo. Bung Tomo berperan mendirikan Radio Pemberontakan untuk mengobarkan semangat juang Arek-Arek Suroboyo. Bung Tomo memimpin dan mengendalikan kekuatan rakyat Surabaya melalui pidato-pidatonya. Tokoh lain yang ikut membantu perjuangan rakyat Surabaya adalah Ktut Tantri yang memiliki nama asli Muriel Pearson. Ktut Tantri merupakan wanita asal Amerika yang aktif mengumandangkan pidato revolusinya dalam bahasa Inggris melalui Radio Pemberontakan.
Pertempuran Surabaya adala pertempuran terbesar yang pernah dialami Inggris atas nama Sekutu di Indonesia. Pertempuran Surabaya melibatkan seluruh elemen masyarakat, pemuda, arek-arek suroboyo.

e.    Pertempuran Medan Area
Sekutu diterima baik di Medan karena tujuan sekutu untuk melucuti senjata Jepang. Akan tetapi setelah mengetahui bahwa kedatangan Sekutu dibarengi NICA, rakyat Medan menentang tentara Sekutu. Pertempuran rakyat Medan melawan Sekutu dikenal dengan sebutan pertempuran Medan Area.
Berawal dari kedatangan pasukan sekutu di Medan tanggal 9 Oktober 1945 di bawah pimpinan T.E.D Kelly. Pemicu konflik adalah sikap pasukan NICA yang tidak menghargai pasukan pemuda. Pada 13 Oktober 1945 terjadi bentrokan pertama di sebuah hotel di Jalan Bali karena tindakan pengunjung hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dikenakan pemuda setempat. Para pemuda tidak menerima tindakan tersebut dan terjadi bentrokan. Bentrokan ini banyak tentara NICA yang menjadi korban.
Menanggapi serangan tersebut, pasukan Sekutu berusaha memperlemah kekuatan rakyat Indonesia dengan mengeluarkan ultimatum berisi peringatan agar rakyat dan para pejuang menyerahkan senjata pada Sekutu. Selanjutnya, pada 1 Desember 1945, Sekutu memasang papan bertulis Fixed Boundaries Area di berbagai sudut kota. Sejak saat itulah Medan Area menjadi populer.
Bentrokan antara pada pemuda dan NICA menjalar ke seluruh Kota Medan dan kota-kota lainnya. Pihak sekutu dan NICA akhirnya melakukan aksi pembersihan terhadap kelompok-kelompok pejuang Republik Indonesia. Pada 10 Agustus 1946 komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area mengadakan pertemuan di Tebingtinggi. Pertemuan ini berhasil membentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Laskar ini dibagi menjadi empat sektor, setiap sektor terbagi atas empat subsektor dan setiap sektor terdapat kekuatan satu batalion. Pembentukan laskar ini menjadikan perlawanan rakyat Medan semakin terorganisasi.
f.     Bandung Lautan Api
Istilah Bandung Lautan Api pertama kali muncul dalam surat kabar Soeara Merdeka pada 25 Maret 1946 yang ditulis oleh wartawan mudabernama Atje Bastaman. Ia memberi judul tulisannya “Bandoeng Djadi Laoetan Api”.
Pasukan Sekutu tiba di Kota Bandung pada 17 Oktober 1945. Pasukan Sekutu bersama NICA meneror rakyat diberbagai tempat. Pada November 1945, teror NICA semakin meresahkan rakyat. Tindakan tersebut menyebabkan terjadinya pertempuran antara pihak Indonesia dengan sekutu. Pada 21 November 1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum yang isinya memerintahkan rakyat dan para pejuang menyerahkan senjata dan mengosongkan Bandung Utara. Ultimatum tersebut mendapat penolakan dari rakyat Bandung dan memicu pertempuran. Pertempuran semakin memanas ketika Sekutu mengeluarkan ultimatum tanggal 23 Maret 1946.
Ultimatum tersebut menuntut agar TRI mengosongkan Kota Bandung dan mundur ke luar kota dengan jarak 11 km. Menanggapi ultimatum tersebut, pemerintah dan TRI memerintahkan rakyat agar mengungsi keluar kota. Akan tetapi sebelum mengungsi ke luar kota, rakyat membumihanguskan seluruh isi Kota Bandung.
Pembumihangusan Kota Bandung sesuai instruksi Kolonel Abdul Haris Nasution sebagai Komandan Divisi III Siliwangi. Pembumihangusan merupakan strategi agar sekutu tidak bisa memanfaatkan fasilitas yang ada di Kota Bandung.

g.    Pertempuran Margarana
Pertempuran Margarana terjadi di Bali untuk mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda. Pertempuran ini berawal dari pendaratan pasukan Belanda di Bali 2-3 Maret 1946. Pada saat itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai sedang berada di Yogyakarta untuk berkonsolidasi dengan TRI terkait cara-cara menghadapi Belanda. Saat kembali ke Bali, I Gusti Ngurah Rai mendapati pasukannya terpecah belah.
Belanda berusaha mendirikan negara boneka di wilayah Indonesia Timur (Negara Indonesia Timur) membujuk I Gusti Ngurah Rai untuk bekerja sama. Akan tetapi, I Gusti Ngurah Rai menolak dan memperkuat kekuatan untuk mmelawan Belanda pada 18 November 1946. Dalam perlawanan ini, ia dan pasukannya berhasil menguasai Tabanan, dan satu datasemen Belanda dengan persenjataan lengkap berhasil dipaksa menyerah oleh pasukan Bali.
Peristiwa tersebut menyebabkan kemarahan Belanda. Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok untuk membalas serangan I Gusti Ngurah Rai. Pasukan Belanda berhasil mengalahkan pasukan I Gusti Ngurah Rai dalam sebuah pertempuran di desa Margarana. Dalam pertempuran ini I Gusti Ngurah Rai  beserta pasukannya menjalankan strategi perang Puputan yaitu perang habis-habisan. Oleh karena kekuatan tidak seimbang, pasukan I Gusti Ngurah Rai berhasil dikalahkan.

          Berbagai pertempuran di daerah menunjukkan semangat dan kebulatan tekad rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan. Situasi ini membalikkan penilaian Belanda yang menganggap bahwa kemerdekaan tidak akan mendapatkan dukungan rakyat. Pertempuran di berbagai kota pada masa revolusi kemerdekaan menunjukkan tekad persatuan bangsa Indonesia. 

Sumber:
1. [Kompas] Kondisi Awal Indonesia Merdeka
2. [RuangGuru] Macam-Macam Perjuangan Bersenjata untuk Mempertahankan Kemerdekaan RI
3. Ringgo Rahata dkk. 2019. Sejarah untuk SMA/MA: Peminatan ilmu-ilmu sosial(Pegangan Guru). Yogyakarta, PT Intan Pariwara.
4. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017. Sejarah Indonesia Kelas XI Semester 2. (edisi Revisi). Jakarta

No comments:

Post a Comment