Dalam
perkembanganya, suka cita rakyat Indonesia pascaproklamasi kemerdekaan tidak
berlangsung lama. Rakyat Indonesia haris kembali berjuang untuk mempertahankan
kemrdekaan yang baru diraih. Perjuangan rakyat Indonesia tersebut tidak lepas
dari kedatangan Sekutu yang di boncengi NICA (Belanda). Kedatangan Sekutu di
Indonesia terkait upaya mengembalikan pasukan Jepang ke negaranya. Sementara
itu, Belanda datang di Indonesia untuk kembali menancapkan kekuasaan di
Indonesia.
1. Kondisi
Indonesia pada Masa Awal Kemerdekaan
Pada masa awal kemerdekaan kondisi Indonesia diwarnai
ketidakstabilan. Kekacauan, ketegangan, bahkan konflik pada masa itu terjadi
karena pasukan Jepang masih berusaha mempertahankan status quo di Indonesia
hingga pasukan Sekutu datang. Kedatangan NICA dan Sekutu memperburuk suasana
politik dan keamanan di Indonesia. Beberapa saat setelah berita kedatangan NICA
berembus, rakyat segera membentuk laskar perjuangan.
Ketidak stabilan politik pada masa awal kemerdekaan juga
berdampak pada ketidakstabilan perekonomian Indonesia. Ketidakstabilan
ekonomi terjadi karena banyak mata uang yang beredar di Indonesia. Uang
yang beredar di Indonesia pada saat itu adalah mata uang Jepang, Hindia Belanda
dan uang yang dikeluarkan De Javasche Bank. Peredaran mata uang memicu
terjadinya inflasi. Untuk mengatasi inflasi, pada 1 Oktober 1945 pemerintah
Republik Indonesia mengeluarkan Oeang Republik Indonesia (ORI). ORI berfungsi
sebagai satu-satunya alat pemyaran yang sah.
(Sumber : Kompas.com)
Ketidakstabilan politik dan ekonomi menyebabkan
pemindahan ibukota negara Republik Indonesia ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Presiden dan wakil Presiden
menyetujui dengan alasan keamanan. Sementara itu, Perdana Menteri Sutan Sjahrir
masih berkedudukan di Jakarta untuk mengadakan hubungan dengan dunia
internasional.
Perubahan pada bidang sosial pasca kemerdekaan terlihat
semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Dalam bidang pendidikan,
pemerintah menunjuk Ki Hajar Dewantara sebagai menteri pengajaran untuk membuat
dan menetapkan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia.
Pemerintah juga mendirikan universitas, seperti Universitasn Indonesia dan
Universitas Gajah Mada. Di bidang kesehatan pemerintah mulai melakukan
nasionalisasi atau pengambilalihan rumah sakit milik Belanda dan rumah sakit
swasta.
2. Kedatangan
Sekutu dan Belanda
Setelah mengalahkan Jepang dalam Perang Pasifik, Sekutu
membentuk Southeast Asia Command
(SEAC). SEAC bertugas mengurus segala proses penyerahan
Jepang di wilayah Asia Tenggara. Tugas utama SEAC adalah melucuti tentara
Jepang dan memulangkan tentara Jepang ke negaranya. SEAC dipimpin oleh
Laksamana Lord Louis Mountbatten dari Inggris.
(Sumber : hariansejarah.id)
Kedatangan pasukan Sekutu ternyata dimanfaatan Belanda
untuk mengangkut pasukan belanda yang tergabung dalam Netherland Indies Civil Administrations (NICA). Keikutsertaan Belanda dalam misi Sekutu tidak lepas dari adanya
perundingan antara Belanda dan Inggris di London yang menghasilkan Civil Affair Agreement pada 24 Agustus
1945. Perundingan tersebut berisi pengaturan penyerahan kembali
Indonesia kepada Belanda, terutama wilayah Sumatera yang berada di bawah
pengawasan SEAC. Langkah-langkah yang disepakati Belanda dan Inggris dalam
perundingan itu sebagai berikut:
a.
Fase
pertama, tentara sekutu akan mengadakan operasi militer untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban
b.
Fase
kedua, setelah keadaan normal pejabat-pejabat NICA akan mengambil alih tanggung
jawab koloni itu dari pihak Inggris yang mewakili Sekutu
Dalam rangka normalisasi keamanan di wilayah Indonesia,
Inggris membentuk pasukan khusus yang diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) dibawah komando
Lentan Jenderal Sir Phillip Christison. Pasukan ini terdiri atas
tentara-tentara Gurkha dari India. AFNEI tiba di Indonesia pada 16 September
1945 dan 29 September 1945 di Surabaya dibawah pimpinan W R Patterson. Tugas AFNEI yaitu:
a.
Menerima
penyerahan kekuasaan tentara Jepang tanpa syarat;
b.
Membebaskan
tawanan perang dan interniran Sekutu;
c.
Melucuti
dan mengumpulkan orang-orang Jepang untuk dipulangkan ke negerinya;
d.
Menegakkan
dan mempertahankan keadaan damai;
e.
Menciptakan
ketertiban dan keamanan untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil;
f.
Mengumpulkan
keterangan tentang penjahat perang untuk kemudian diadili sesuai dengan hukum
yang berlaku.
3. Perlawanan
Mempertahankan Kemerdekaan
Pada awal kedatangan Sekutu di Indonesia untuk melucuti
tentara Jepang dan mendapat sambutan positif dari rakyat Indonesia. Setelah
diketahui bahwa tentara Sekutu diboncengi pasukan NICA, sikap rakyat Indonesia
berubah. Sementara Sekutu dan Belanda belum mengetahui apabila rakyat Indonesia
telah menyatakan kemerdekaannya dan membentuk pemerintahan sendiri.
Republik Indonesia membentuk Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) untuk menjaga keamanan negara dan melindungi rakyat Indonesia. Pada
perkembangannya TKR bersama laskar-laskar rakyat bersatu menghadapi Belanda
yang berusaha menguasai kembali wilayah Indonesia.
a. Pengambilalihan
Kekuasaaan Jepang di Yogyakarta
Berita proklamasi Kemerdekaan Indonesia berhasil
disebarluaskan melalui siaran radio ke berbagai daerah, termasuk Yogyakarta. Pada 19 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengkubuwono IX bersama Sri Paku Alam
VIII menyatakan dukungan terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia.
(Sumber: https://ngada.org/maklumat5.9-1945.htm)
Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendorong barisan
pemuda melakukan pengambilalihan kantor-kantor pemerintahan dan perusahaan yang
diduduki Jepang. Pengambilalihan kekuasaan Jepang secara serentak dimulai
tanggal 6 September sampai 7 Oktober 1945. Para pekerja baik instansi
pemerintah maupun perusahaan milik Jepang mendukung pengambilalihan kekuasaan
dengan melakukan aksi mogok kerja.
Pada 5 Oktober 1945 gedung Cokan Kantai (kantor pemerintahan Jepang) di Yogyakarta diambil
alih pihak Indonesia. Gedung ini berubah fungsi menjadi kantor KNID Yogyakarta.
Ketika pusat pemerintahan republik berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta gedung
ini digunakan sebagai tempat presiden dan wakil presiden berkantor. Saat ini
gedung ini dikenal sebagai Gedung Nasional atau Gedung Agung.
Para pejuang dan rakyat Yogyajarta juga berusaha merebut
senjata dan markas tentara Jepang. Usaha ini dilakukan dengan mengepung markas Osha Butai di Kotabaru. Pada 7 Oktober
1945 terjadi pertempuran antara Jepang dan pasukan Indonesia dan Jepang
menyerah dan diterima langsung oleh TKR. Pasukan Indonesia juga berhasil
melakukan pelucutan senjata Kaigun di Maguwo. Keberhasilan ini menandai
berakhirnya pertempuran rakyat melawan tentara Jepang di Yogyakarta dan
menegaskan bahwa Yogyakarta berada dibawah kekuasaan Republik Indonesia.
b. Pertempuran
Lima Hari di Semarang
Pada 7 Oktober 1945 ribuan pemuda di Semarang mengepung
tangsi tentara Jepang di Jatingaleh. Para pemuda memaksa pemimpin tentara
Jepang menyerahkan senjata. Setelah melakukan perundingan, Jepang bersedia
menyerahkan senjata secara bertahap. Pada 14 Oktober 1945
sekitar 400 tentara Jepang yang dipindahkan dari pabrik gula ke penjara Bulu
melarikan diri.
Para tawanan yang melarikan diri bergabung dengan Kidobutai di Jatingaleh pimpinan Mayor
Kido. Pasukan Jepang menyerang sekaligus melucuti polisi istimewa yang saat itu
tengah menjaga sumber air minum bagi warga Semarang di Candilama. Pada sore
hari muncul kabar bahwa sumber mata air di Candilama diracuni oleh Jepang. Oleh
karena itu, dr Kariadi, Kepala Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purusara), berniat memeriksa kabar tersebut.
Dalam perjalanan menuju Candilama untuk memeriksa sumber mata air, dr Kariadi dibunuh oleh tentara Jepang. Peristiwa ini memicu kemarahan
rakyat Semarang.
Pada 15 Oktober 1945 pasukan Kidobutai bergerak ke kota dan terjadi pertempuran dengan barusan
pejuang di Simpang Lima(Tugu Muda) dan di Hotel Du Pavillon. Pertempuran ini
berlangsung selama lima hari dan berhenti setelah pimpinan TKR dan pemimpin
pasukan Jepang mengadakan perundingan.
c. Pertempuran
di Ambarawa
Rangkaian pertempuran di Ambarawa dimulai ketika pasukan
Sekutu mendarat di Semarang pada 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir
Jenderal Bethell. Pada awalnya pasukan Sekutu disambut baik oleh Gubernur Jawa
Tengah, R Panji Suroso. Pasukan sekutu tersebut menuju Magelang
untuk membebaskan interniran Belanda. Akan tetapi, pada tanggal 26 Oktober 1945
pasukan ini justru mempersenjatai interniran Belanda dan mengambilalih
kekuasaan atas kota Magelang. Peristiwa ini memicu terjadinya
pertempuran Ambarawa.
Dalam pertempuran tanggal 30 Oktober 1945, pasukan Sekutu
tidak mampu menghadapi pertempuran TKR bersama rakyat. Sekutu meminta bantuan
Presiden Soekarno untuk menyelamatkan tentara Sekutu beserta para interniran. Pada 1 November 1945 Presiden Soekarno dan Menteri Penerangan Amir
Syarifuddin menuju Yogyakarta untuk menyelesaikan masalah dan mengadakan
kesepakatan.
Pada 2 November 1945 Presiden Soekarno telah bertemu
dengan Brigjen Bethell dan menyepakati genjatan senjata. Isi kesepakatan
tersebut antara lain:
ü
Genjatan
Senjata diberlakukan dengan segera
ü
Tentara
Sekutu diijinkan menambah pasukan dengan jumlah yang diperlukan untuk
melindungi interniran di Magelang
ü
Anggota
NICA dilarang melakukan kegiatan apapun
ü
Pembentukan
Contact Bureu (badan penghubung) di
Semarang, Ambarawa, dan Magelang untuk mengatasi kesulitan yang mungkin
terjadi.
Akan tetapi, Sekutu ingkar janji, pada 20 November 1945 pertempuran
kembali terjadi di Ambarawa dibawah pimpinan Mayor Sumarto. Pasukan
Sekutu terdesak meminta bantuan pasukan yang berada di Magelang. Pada 21
November 1945 pasukan Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Adrongi
melakukan serangan fajar dari arah Magelang dengan tujuan merebut wilayah Pingit
dari Sekutu. Serangan tersebut direspon oleh Sekutu dengan pengeboman terhadap
pemukiman sekitar ambarawa dan pada 22 November 1945 berhasil memukul mundur
pasukan pemuda.
Pasukan Sekutu berhasil menguasai dua desa di sekitr
Ambaraw. TKR berupaya membebaskan desa tersebut. Pada tanggal 26
November 1945 terjadi pertempuran melawan sekutu dan menewaskan pimpinan TKR
dari Purwokerto Kolonel Isdiman. Kepemimpinan diambil alih oleh Kolonel
Sudirman. Pada perkembangannya situasi pertempuran menguntungkan bagi pasukan
TKR. Pada 5 Desember 1945 pasukan Kolonol Sudirman berhasil memukul mundur
pasukan Sekutu dari Banyubiru sebagai garis terdepan pertahanan Sekutu. Pada 11
Desember 1945 Kolonel Sudriman memutuskan mengumpulkan para komandan sektor.
Mereka melaporkan kondisi dan situasi masing-masing sektor. Berdasarkan
laporan, kolonel Sudirman mengambil kesimpulan bahwa pasukan Sekutu telah
terdesak. Oleh karena itu, disusun rencana serangan akhir sebagai berikut:
ü
Serangan
mendadak dan serentak dari semua sektir
ü
Tiap-tiap
komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan
ü
Pasukan
badan-badan perjuangan (laskar) menjadi pasukan cadangan
ü
Serangan
dilakukan pada 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi
Puncaknya tanggal 12 Desember 1945 seluruh pasukan TKR
dan para pejuang menyerang Sekutu. Pertahanan musuh yang terkuat di benteng
Willem di tengah kota Ambarawa. Kota Ambarawa dikepung selama 4 hari 4 malam. Kolonel Sudirman menggunakan taktik perang “Supit Urang”, yaitu
pengepungan rangkap dua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Pada 15
Desember 1945 pasukan Sekutu meninggalkan kota Ambarawa dan mundur menuju
Semarang.
d. Pertempuran
Surabaya (10 November 1945)
Sejak awal kedatangan tentara Sekutu, pemegang
pemerintahan di Jawa Timur, yaitu Gubernur Suryo enggan menerima kedatangan
Sekutu. Sikap ini muncul kecurigaan yang khawatir kedatangan tentara Sekutu
akan diboncengi oleh Belanda (tentara NICA). Kecurigaan ini terbukti karena
tentara NICA ternyata datang bersamaan dengan Sekutu.
Ketegangan akhirnya memicu bentrokan antara pasukan
Sekutu dan para pejuang. Pertempuran berawal ketika tentara Sekutu (AFNEI)
mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Kedatangan
pasukan yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S Mallaby dengan tugasnya adalah:
1) melucuti
senjata jepang
2) membebaskan
tawanan perang interniran sekutu
3) menjaga
keamanan dan ketertiban
Dalam sebuah insiden pertempuran Brigjen A W S Mallaby
terbunuh. Terbunuhnya Mallaby menyebabkan Inggris marah. Pada 9 November 1945
Sekutu mengeluarkan ultimatum agar para pejuang dan rakyat Surabaya kepada
Sekutu. Apabila ultimatum tersebut tidak dihiraukan seluruh kekuatan Sekutu
akan menggempur Kota Surabaya. Meskipun demikian, ultimatum tersebut tidak dihiraukan
rakyat Surabaya. Pertempuran pecah tanggal 10 November 1945 pukul 10.00 pagi.
Dalam pertempuran Surabaya muncul satu tokoh penyemangat
yaitu Bung Tomo. Bung Tomo berperan mendirikan Radio Pemberontakan
untuk mengobarkan semangat juang Arek-Arek Suroboyo. Bung Tomo memimpin
dan mengendalikan kekuatan rakyat Surabaya melalui pidato-pidatonya. Tokoh lain yang ikut membantu perjuangan rakyat Surabaya adalah Ktut
Tantri yang memiliki nama asli Muriel Pearson. Ktut Tantri merupakan
wanita asal Amerika yang aktif mengumandangkan pidato revolusinya dalam bahasa
Inggris melalui Radio Pemberontakan.
Pertempuran Surabaya adala pertempuran terbesar yang
pernah dialami Inggris atas nama Sekutu di Indonesia. Pertempuran Surabaya
melibatkan seluruh elemen masyarakat, pemuda, arek-arek suroboyo.
e. Pertempuran
Medan Area
Sekutu diterima baik di Medan karena tujuan sekutu untuk
melucuti senjata Jepang. Akan tetapi setelah mengetahui bahwa kedatangan Sekutu
dibarengi NICA, rakyat Medan menentang tentara Sekutu. Pertempuran rakyat Medan
melawan Sekutu dikenal dengan sebutan pertempuran Medan Area.
Berawal dari kedatangan pasukan sekutu di Medan tanggal 9
Oktober 1945 di bawah pimpinan T.E.D Kelly. Pemicu konflik adalah sikap pasukan
NICA yang tidak menghargai pasukan pemuda. Pada 13 Oktober 1945 terjadi
bentrokan pertama di sebuah hotel di Jalan Bali karena tindakan pengunjung
hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dikenakan
pemuda setempat. Para pemuda tidak menerima tindakan tersebut dan terjadi
bentrokan. Bentrokan ini banyak tentara NICA yang menjadi korban.
Menanggapi serangan tersebut, pasukan Sekutu berusaha
memperlemah kekuatan rakyat Indonesia dengan mengeluarkan ultimatum berisi
peringatan agar rakyat dan para pejuang menyerahkan senjata pada Sekutu.
Selanjutnya, pada 1 Desember 1945, Sekutu memasang papan bertulis Fixed Boundaries Area di berbagai sudut
kota. Sejak saat itulah Medan Area menjadi populer.
Bentrokan antara pada pemuda dan NICA menjalar ke seluruh
Kota Medan dan kota-kota lainnya. Pihak sekutu dan NICA akhirnya melakukan aksi
pembersihan terhadap kelompok-kelompok pejuang Republik Indonesia. Pada 10
Agustus 1946 komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area mengadakan
pertemuan di Tebingtinggi. Pertemuan ini berhasil membentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Laskar ini dibagi menjadi
empat sektor, setiap sektor terbagi atas empat subsektor dan setiap sektor
terdapat kekuatan satu batalion. Pembentukan laskar ini menjadikan perlawanan
rakyat Medan semakin terorganisasi.
f. Bandung
Lautan Api
Istilah Bandung Lautan Api pertama kali muncul dalam
surat kabar Soeara Merdeka pada 25 Maret 1946 yang ditulis oleh wartawan
mudabernama Atje Bastaman. Ia memberi judul tulisannya “Bandoeng Djadi Laoetan
Api”.
Pasukan Sekutu tiba di Kota Bandung pada 17 Oktober 1945.
Pasukan Sekutu bersama NICA meneror rakyat diberbagai tempat. Pada November
1945, teror NICA semakin meresahkan rakyat. Tindakan tersebut menyebabkan
terjadinya pertempuran antara pihak Indonesia dengan sekutu. Pada 21 November
1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum yang isinya memerintahkan rakyat dan para
pejuang menyerahkan senjata dan mengosongkan Bandung Utara. Ultimatum tersebut
mendapat penolakan dari rakyat Bandung dan memicu pertempuran. Pertempuran
semakin memanas ketika Sekutu mengeluarkan ultimatum tanggal 23 Maret 1946.
Ultimatum tersebut menuntut agar TRI mengosongkan Kota
Bandung dan mundur ke luar kota dengan jarak 11 km. Menanggapi ultimatum
tersebut, pemerintah dan TRI memerintahkan rakyat agar mengungsi keluar kota.
Akan tetapi sebelum mengungsi ke luar kota, rakyat membumihanguskan seluruh isi
Kota Bandung.
Pembumihangusan Kota Bandung sesuai instruksi Kolonel
Abdul Haris Nasution sebagai Komandan Divisi III Siliwangi. Pembumihangusan
merupakan strategi agar sekutu tidak bisa memanfaatkan fasilitas yang ada di
Kota Bandung.
g. Pertempuran
Margarana
Pertempuran Margarana terjadi di Bali untuk
mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda. Pertempuran ini berawal dari
pendaratan pasukan Belanda di Bali 2-3 Maret 1946. Pada saat itu Letnan Kolonel
I Gusti Ngurah Rai sedang berada di Yogyakarta untuk berkonsolidasi dengan TRI
terkait cara-cara menghadapi Belanda. Saat kembali ke Bali, I Gusti Ngurah Rai
mendapati pasukannya terpecah belah.
Belanda berusaha mendirikan negara boneka di wilayah
Indonesia Timur (Negara Indonesia Timur) membujuk I Gusti Ngurah Rai untuk
bekerja sama. Akan tetapi, I Gusti Ngurah Rai menolak dan memperkuat kekuatan
untuk mmelawan Belanda pada 18 November 1946. Dalam perlawanan ini, ia dan
pasukannya berhasil menguasai Tabanan, dan satu datasemen Belanda dengan
persenjataan lengkap berhasil dipaksa menyerah oleh pasukan Bali.
Peristiwa tersebut menyebabkan kemarahan Belanda. Belanda
mengerahkan seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok untuk membalas serangan I
Gusti Ngurah Rai. Pasukan Belanda berhasil mengalahkan pasukan I Gusti Ngurah
Rai dalam sebuah pertempuran di desa Margarana. Dalam pertempuran ini I Gusti
Ngurah Rai beserta pasukannya
menjalankan strategi perang Puputan yaitu perang habis-habisan. Oleh karena
kekuatan tidak seimbang, pasukan I Gusti Ngurah Rai berhasil dikalahkan.
Berbagai pertempuran di
daerah menunjukkan semangat dan kebulatan tekad rakyat Indonesia untuk
mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan. Situasi ini membalikkan
penilaian Belanda yang menganggap bahwa kemerdekaan tidak akan mendapatkan
dukungan rakyat. Pertempuran di berbagai kota pada masa revolusi kemerdekaan
menunjukkan tekad persatuan bangsa Indonesia.
Sumber:
1. [Kompas] Kondisi Awal Indonesia Merdeka
2. [RuangGuru] Macam-Macam Perjuangan Bersenjata untuk Mempertahankan Kemerdekaan RI
3. Ringgo Rahata dkk. 2019. Sejarah untuk SMA/MA: Peminatan ilmu-ilmu sosial(Pegangan Guru). Yogyakarta, PT Intan Pariwara.
4. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017. Sejarah Indonesia Kelas XI Semester 2. (edisi Revisi). Jakarta
No comments:
Post a Comment