Friday, November 13, 2015

Perjuangan Diplomasi sebagai Usaha Mempertahankan Kemerdekaan

Usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan indonesia

A.   Perjuangan Diplomasi

Perjuangan diplomasi untuk menegakkan menunjukkan para pemimpin bangsa menjunjung tinggi sikap cinta damai. Demi mencegah jatuhnya korban jiwa serta kerusakan infrastruktur dan bangunan akibat pertempuran fisik, para pemimpin bangsa menempuh berbagai upaya diplomasi. Salah satu upaya yang ditempuh oleh para pemimpin bangsa pada masa itu dilakukan melalui perundingan dengan Belanda. Berikut beberapa perundungan yang ditempuh Indonesia sebagai bentuk upaya diplomasi yang dilakukan untuk menegakkan kedaulatan:

1)    Perundingan Linggajati

 Perundingan Linggajati berlangsung pada 10-15 November 1946 di daerah Linggarjati, sebelah selatan Cirebon. Dalam perundingan ini, delegasi kedua belah pihak diwakili oleh:

a)    Inggris – sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killear

b)    Indonesia – diwakili oleh Sultaln Syahrir (Ketua) , Moh Roem, Mr Susanto Tirtoprojo, dan A.K Gani.

c)     Belanda – diwakili oleh Prof Schermerhorn, De Boer, dan Van Pool

Sebelum pelaksanaan perundindingan Linggajati, pihak Indonesia dan Belanda telah melalukan beberapa kali perundingan. Pertama, perundingan di Jakarta yang diadakan 23 Oktober 1945. Perundingan ini belum menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan pihak Indonesia. Kedua, perundingan Hoge Valuwe di Belanda pada April 1946. Perundingan Hoge Valuwe dianggap gagal karena tidak membuahkan hasil keputusan apapun. Perundingan ini mampu menarik perhatian dunia internasional.

Perundingan Linggajati akhirnya mencapai titik temu yang ditandai dengan penandatanganan kesepakatan yang terdiri atas 17 pasal pada 25 Maret 1947. Secara garis besar, hasil perundingan Linggajati sebagai berikut:

1)      Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura. 

2)      RI dan Belanda bekerja sama menyelenggarakan berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS)

3)      RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan ratu Belanda sebagai ketua

 

Dalam perkembangannya, hasil perundingan Linggajati mendapat tanggapan dari berbagai tokoh Indonesia. Sebagian Pihak menganggap jalan diplomasi merupakan upaya pelemahan terhadap perlawanan fisik yang sebelumnya dilakukan. Sementara itu, bagi kalangan  pendukung diplomasi, dengan jalan diplomasi tersebut Indonesia berhasil mendapat dukungan dari berbagai negara.


(Tempat Perundingan Linggarjati. Sumber : https://pustakabelajar.com) 

Dukungan dan pengakuan negara lain atas kemerdekaan Indonesia menunjukkan adanya perhatian dunia internasional atas pejuangan Indonesia dalam menegakkan kedaulatan. Sementara itu, Belanda tetap berupaya melakukan terror dengan cara memblokade Indonesia secara politik dan ekonomi. Cara tersebut dilakukan untuk membatalkan hasil perundingan Linggajati secara sepihak. Selanjutnya, pada 20 Juli 1947 Belanda melaksanakn operasi militer yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda I.


(Penandatangan Perjanjian Linggajati. Sumber: https://pustakabelajar.com)

 

2)    Komisi Tiga Negara

Belanda melancarkan agresi militer Belanda I dan dunia internasional beraksi. Amerika Serikat mengusulkan kepada Dewan Keamanan PBB agar konflik antara Indonesia dan Belanda segera di selesaikan. Usul DK PBB ditindaklanjuti dengan pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN). KTN beranggotakan Australia (Pihak yang ditunjuk Indonesia), Belgia (pihak yang ditunjuk Belanda), dan Amerika Serikat (pihak netral). Dalam perkembangannya KTN berhasil menyepakati pelaksanaan sebuah perundingan untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.

Berdasarkan hasil kesepakatan Komisi Tiga Negara, Indonesia dan Belanda kembali bertemu dipertemukan dalam meja perundingan. Sebelum perundingan dilaksanakan, Indonesia dan Belanda berpandangan bahwa lokasi perundingan harus berada di tempat netral. Atas usulan tersebut, Amerika Serikat mengusulkan kapal Renville miliknya yang saat itu sedang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta sebagai tempat perundingan.

 

3)    Perjanjian Renville

Pada 8 Desember 1947 perundingan antara Indonesia dan Belanda secara resmi digelar. Dalam perundingan ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan Belanda dipimpin oleh R Abdulkadir Wijoyoatmojo (orang Indonesia yang memihak Belanda). Dalam perundingan terjadi perdebatan terkait kedudukan negara Indonesia. Belanda menghendaki Indonesia menjadi negara federasi bagian dari Belanda, sedangkan Indonesia menginginkan pengakuan kemerdekaan secara penuh.

Perundingan Renville menghasilkan beberapa keputusan yang dianggap merugikan pihak Indonesia. Perundingan Renville menghasilkan tiga keputusan yaitu:

a)    Menetapkan garis demarikasi van Mook sebagai acuan pemisah wilayah kekuasaan Indonesia dan wilayah yang dianggap sebagai bagian kekuasaan Belanda

b)    Penarikan pasukan Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan Belanda

c)    Akan diadakan plebisit (pemungutan suara) bagi rakyat diwilayah pendudukan Belanda

(Peta Wilayah Indonesia berdasarkan demarkasi Van Mook. Sumber :  https://pustakabelajar.com)

Kerugian dari perjanjian Renville

1.    Wilayah Indonesia semakin sempit

2.    Harus meninggalkan markas-markas TNI dan terjadi hijrah besar-besaran

3.    Jatuhnya kabinet Amir Sjarifuddin

4.    Perekonomian Indonesia diblokade secara ketat oleh Belanda

 

4)    Perjanjian Roem-Royen

Pada 14 April 1949 perundingan antara Indonesia dan Belanda Kembali dilaksanakan di Jakarta. Pelaksanaan perundingan ini tidak lepas dari Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan Belanda atas wilayah Indonesia. Menganggapi aksi Belanda tersebut, DK PBB membentuk United Nation Commisions For Indonesia (UNCI).

Pelaksanaan perundingan Roem-Royen dipimpin oleh Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika Serikat. Dalam perundingan ini Indonesia diwakili Mr Moh Roem dan Belanda oleh Dr J H van Royen. Dalam perundingan ini pihak Indonesia berpendapat pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta merupakan kunci dari perundingan selanjutnya.  Sebaliknya, belanda menghendaki kesepakatan penghentian perang gerilya yang dilakukan pihak Indonesia.

Pada 22 Juni 1949 perundingan Roem-Royen menyepakati beberapa putusan. Pengambilan keputusan ini diawasi oleh PBB yang dipimpin Thomas Chritchley. Hasil perjanjian Roem Royen adalah:

a)    Penghentian tembak-menembak

b)    Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta

c)    Pembebasan para pemimpin Republik Indonesia yang ditahan di Belanda

d)    Segera diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.

Setelah penandatanganan perundingan Roem-Royen, pemerintah Republik Indonesia secara resmi Kembali ke Yogyakarta pada 1 Juli 1949. Selanjutnya pada 6 Juli 1949 para pemimpin Republik Indonesia Kembali ke Yogtakarta. Setelah itu, diadakan siding pertama cabinet Republik Indonesia pada 13 Juli 1949. Pada kesempatan ini Sjafruddin Prawiranegara mengembalikan mandatnya sebagai kepala Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta.

 

5)    Konferensi Inter-Indonesia

Sebelum pelaksanaan KMB, pihak Indonesia melakukan upaya diplomasi internal. Pemerintah RI melakukan pendekatan dan konsolidasi dengan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau negara-negara bentukan Belanda di Indonesia. Koordinasi ini dilakukan terutama dalam kaitannya dengan pembentukan negara Republik Indonesia Serikat. Selain itu, koordinasi dilakukan untuk menciptakan satu front guna menghadapi Belanda. Oleh karena itu, Indonesia dan BFO mengadakan Konferensi Inter-Indonesia.

Konferensi Inter Indonesia tahap pertama diadakan pada 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta. Konferensi ini menghasilkan beberapa kesepakatan mengenai bentuk negara dan ketatanegaraan Negara Indonesia Serikat. Beberapa kesepakatan tersebut sebagai berikut:

a)    Negara Indonesia Serikat disetujui debngan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)

b)    RIS dikepalai oleh seorang presiden konstitusional dibantu omenteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

c)    Akan dibentik dua badan perwakilan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Negara bagian (senat). Sebelum kedua badan perwakilan tersebut terbentuk akan dibentuk dewan perwakilan rakyat sementara.

d)    Pemerintah federal sementara akan menerima kedaulatan dari Belanda dan Republik Indonesia

e)    Angkatan perang RIS merupakan Angkatan perang Nasional. Presiden RIS merupakan Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.

f)     Pertahanan negara menjadi tanggung jawab pemerintah RIS. Negara-negara bagian tidak diperkenankan memiliki Angkatan perang.

g)    Angkatan Perang RIS (APRIS) dibentuk untuk melindungi bangsa Indonesia. Anggota APRIS terdiri atas Tentara Nasional Indonesia (TNI), Koninklijk Nederlandsch Indosche Leger (KNIL), Koninkklijk Leher (KL), dan Territoriale Bataljons.

Konferensi Inter Indonesia dilanjutkan di Jakarta pada 30 Juli hingga 2 Agustus 1949. Konferensi Inter Indonesia di Jakarta ini membahas pelaksanaan pokok-pokok kesepakatan yang dihasilkan pada saat Konfrensi Inter Indonesia di Yogyakarta. Pihak Republik Indonesia dan BFO menyetujui pembentukan Panitia Persiapan Nasonal yang bertugas menyeleggarakan ketertiban sebelum dan sesudah pelaksaaan Konferensi Meja Bundar (KMB).

 

6)    Konferensi Meja Bundar (KMB)

Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan perundingan yang sangat berarti bagi perjuangan bangsa Indonesia untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan Indonesia. KMB dilaksanakan di Gedung Ridderzaal di kota Den Haag, Belanda pada 21 Agustus hingga 2 November 1949. KMB dibuka secara resmi oleh Perdana Menteri Belanda sekaligus ketua KMB yaitu Willem Drees.

Dalam konferensi ini, delegasi Indonesia diwakili oleh Moh Hatta, Moh Roem, Mr Soepomo, Dr J Leimena, Mr Ali sastroamijoyo, Joyohadikusumo, Mr Suyono Hadinoto, Mr AK Pringgodigdo, TB Simatupang, dan Mr Sumardi. Selain itu, Sultan Hamid II dari Pontianak turut hadir sebagai perwakilan BFO.  Sementara itu, pihak Belanda diwakili oleh Mr van Maarseveen. PBB mengirim perwakilannya melalui United Commision for Indonesia (UNCI). UNCI mengirim delegasinya yang diwakili oleh Thomas Chritchley.

Dalam pelaksanaannya, KMB diwarnai perdebatan sengi tantara Indonesia dan Belanda. Terdapat beberapa topik diskusi yang sulit untuk mencapai kesepakatan. Dalam perkembangannya, perdebatan-perdebatan yang muncul dalam KMB akhirnya mencapai kesepakatan pada 2 November 1949. Secara garis besar, hasil kesepakatan tersebut sebagai berikut:

a)    Belanda mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS)

b)    Permasalahan Irian Barat akan dibicarakan Kembali satu tahun kemudian

c)    Corak pemerintah RIS akan diatur melalui konstitusi yang dibuat oleh deleaasi Republik Indonesia dan BF selama KMB berlangsung

d)    Akan dibentuk Uni Indonesia – Belanda yang bersifat lebih longgar berdasarkan kerja sama secara sukarela dan sederajat

e)    Indonesia akan membayar utang kepada Belanda sejak masa Hindia-Belanda hingga pengakuan kedaulatan


(Suasana Konferensi Meja Bundar. Sumber: https://liputan6.com)

Berdasarkan hasil kesepakatan KMB, terdapat beberapa keputusan yang menjadi permasalahan baru bagi Indonesia, seperti tanggungan utang dan permasalhaan Irian Barat. Indonesia akhirnya bersedia membayar 4,3 miliar gulden. Sementara itu, Indonesia masuh harus memperjuangkan masalah Irian Barat. Meskipun demikian, perundingan KMB menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat secara politik dan terlepas dari belenggu kolonialisme dan imperialisme yang selama ratusan tahun membayangi.

No comments:

Post a Comment